84 - Sebuah Keputusan

6.5K 1K 30
                                    

Benar yang dikatakan Hutama, para pengawalnya berhasil menemukan Desi bersama seorang laki-laki di sebuah kontrakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Benar yang dikatakan Hutama, para pengawalnya berhasil menemukan Desi bersama seorang laki-laki di sebuah kontrakan. Laki-laki itu berhasil kabur, sementara Desi langsung dibawa ke rumah tanpa perlawanan.

Melihat pengasuhnya datang, Xania yang sedang asyik belajar jalan menggunakan baby walker dorong itu seketika bersembunyi di kaki Sintia dan tidak lama menangis. Sintia lantas menenangkan Xania dengan mengajaknya ke teras. Supaya tidak menangis lagi, Mas Agus menyalakan musik. Tanpa aba-aba, anak itu menggerakkan tubuhnya. Sintia sampai terpingkal-pingkal melihat tingkah lucu sang cucu.

Kini Desi berhadapan langsung dengan Melisa. Hanya berdua. Melisa tidak mau melibatkan siapa pun dalam memecahkan masalah ini. Ya, meskipun sampai detik ini Desi sama sekali tidak membuka mulutnya untuk jujur atau sekadar meminta maaf.

Karena Desi diam saja, akhirnya Melisa angkat bicara. "Kenapa nomor Mbak Desi nggak aktif?"

Saat Melisa menatap wajahnya, Desi justru menunduk sembari memainkan jemarinya.

"Ibunya Mbak Desi sakit parah, kah?" tanya Melisa lagi.

"Maaf, Mbak." Bukan menjawab, Desi malah minta maaf.

Melisa tidak menyerah. Dia melontarkan pertanyaan lagi. "Mbak Desi tahu nomor suami saya dari mana?"

"Dari HP-nya Mbak Mel."

Oke. Seingatnya, benda keramat itu memang ikut terjatuh dan Melisa tidak sempat menyelamatkannya. Tidak dalam keadaan terkunci juga sehingga orang lain bisa saja mengakses. Ini pun bagian dari kesalahannya lantaran tidak mengunci layar pakai kata sandi atau pin sampai Desi bisa leluasa mencuri nomor Candra.

"Alasan Mbak Desi ambil nomor Mas Candra apa, ya? Mbak Desi mau coba menghasut suami saya?"

Spontan Desi menggeleng. "Nggak, Mbak. Saya cuma mau tahu aja. Penasaran gitu."

"Mau tahu apa? Mau tahu gimana rasanya punya suami kayak Mas Candra?" Melisa mulai tidak sabar. Dari tadi jawaban Desi stuck di situ saja. Benar-benar tidak menemukan titik terang.

"Terus juga kenapa Mbak Desi ninggalin Xania di kamar kosong? Di kamar yang bukan kamar dia? Mbak tahu nggak akibatnya apa? Gara-gara Mbak, Xania jadi takut ketemu sama orang, lho. Xania jadi nggak mau ditinggal sendirian. Mbak, kan, kalau mau pergi bisa tunggu saya pulang."

"Maaf, Mbak."

"Saya butuh jawaban, Mbak. Bukan permintaan maaf aja."

Melisa mengembuskan napas. Berusaha menekan amarahnya. Sudah hampir setengah jam duduk begini, tetapi Desi sama sekali tidak membeberkan alasan sebenarnya. Seolah-olah dia sedang menutupi sesuatu. Melisa jadi gemas sendiri. Tidak akan mundur sampai Desi mau membuka mulutnya.

"Mbak Desi, tolong kerja samanya. Saya nggak akan menuntut apa-apa setelah ini. Saya cuma mau Mbak Desi jujur biar kita sama-sama lega. Bisa, kan, Mbak?" Melisa masih berusaha kalem meskipun dia ingin sekali menghantam wajah polos pengasuh anaknya ini.

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now