48 - Pulang Kampung

7.5K 927 23
                                    

Dua minggu setelah menjelajahi Makassar, Melisa mencoba mengajak Xania berkunjung ke Semarang menggunakan kereta api

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dua minggu setelah menjelajahi Makassar, Melisa mencoba mengajak Xania berkunjung ke Semarang menggunakan kereta api. Melisa tidak sendirian. Ada Ambar yang akan mendampinginya karena kebetulan wanita itu juga ingin pulang ke rumah. Sama seperti naik pesawat, Xania juga membutuhkan surat izin dari dokter anak yang menyatakan bahwa anak ini layak melakukan perjalanan jauh.

Melisa sangat antusias kali ini. Pertama kalinya dia akan membawa Xania naik kereta. Kedua orang tuanya sudah ia kabari. Melisa juga menyuruh abangnya menjemput di stasiun. Candra tidak bisa ikut lantaran sedang terbang tiga hari. Rencananya Melisa akan di Semarang selama tiga hari juga.

Persiapan telah selesai. Tidak mau perjalanan ke Makassar terulang lagi, Melisa sudah mempersiapkan peralatan tempur Xania, seperti highchair, alat makan, peralatan mandi, dan membawa banyak popok dan baju ganti.

Masuk ke gerbong kereta, Melisa dan Ambar mencari seat sesuai yang tertera pada boarding pass. Begitu ketemu, mereka langsung duduk. Melisa meletakkan tas di bawah kursi supaya mempermudah saat akan digunakan. Gendongannya juga dilepas agar Xania bisa leluasa.

Ngomong-ngomong soal gendongan, Melisa sudah mencoba berbagai macam model gendongan. Namun, ia tetap jatuh hati pada gendongan jarik karena nyaman digunakan. Kainnya yang panjang juga bisa menutupi kaki Xania.

Seperti waktu naik pesawat, Xania terlelap saat kereta mulai bergerak. Melisa mengambil gambar anaknya melalui kamera ponsel, lalu dikirim ke Candra.

Anda: Kayaknya enak, nih, ajak Xania ke mana-mana. Diajak naik kereta aja tidur.

Melisa memasukkan ponselnya lagi ke saku celana tanpa menunggu balasan dari Candra. Akan tetapi, beberapa menit kemudian, Melisa merasakan getaran di dalam sakunya. Ia segera mengambil benda itu dan membuka layarnya.

Bang Ryan: Cabe, udah sampai mana?

Anda: Ya Allah baru jalan, Abang.

Bang Ryan: Aku udah nggak sabar mau ketemu keponakan. Kangen.

Bang Ryan: Suruh cepetan keretanya.

Anda: 😒 Nggak kangen sama aku?

Bang Ryan: Nggak.

Anda: 😒😒😒

Xania menggeliat. Melisa menepuk-nepuk pelan bokongnya. Belum ada setengah perjalanan, tapi tangannya sudah pegal menopang bobot hampir delapan kilo itu. Berat dan tinggi badannya melonjak pesat setiap bulan meski Xania anak perempuan. Pipi serta tangan kakinya makin gembul, jadi santapan bapaknya.

"Mbak Mel, mau gantian?"

Melisa menoleh. Tawaran Ambar sangat menggiurkan. Ia butuh waktu sebentar untuk meluruskan tubuhnya. "Boleh, deh, Mbak. Minta tolong, ya."

Dengan hati-hati Melisa memindahkan Xania ke pangkuan Ambar. Setelah itu, ia benar-benar meluruskan kedua kakinya, menyandarkan punggung pada sandaran kursi. Lama-lama matanya terasa berat dan secara tidak sadar Melisa direnggut mimpi.

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now