08 - Resmi Bertiga

11.7K 1K 57
                                    

Tangisan pertama Xania Camel Putri terdengar nyaring memenuhi ruangan bernuansa hijau itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tangisan pertama Xania Camel Putri terdengar nyaring memenuhi ruangan bernuansa hijau itu. Suara yang kini mengubah status Candra dan Melisa. Suara yang mampu menggetarkan hati seorang laki-laki yang dulunya tidak ingin punya anak. Sanggup merontokkan rasa letih dan cemas yang beberapa jam lalu dirasakan. Ketika dokter memberitahu Melisa memungkinkan melakukan inisiasi menyusui dini di ruangan itu, Candra dibuat takjub saat melihat Xania berhasil menemukan sumber makanan pertamanya setelah dua puluh menit diletakkan di atas dada ibunya. Bahkan, Candra bisa mendengar dengan jelas bayi itu sedang menghisap, menelan, dan bernapas. Tidak bisa menjelaskan perasaannya dengan kata-kata.

Sekitar pukul empat sore, Melisa dipindahkan ke ruang rawat inap bersama dengan Xania. Candra sendiri yang memilih kamar VVIP dengan fasilitas yang memadai. Di mana terdapat satu buah bed untuk pendamping, satu buah sofa panjang, lemari untuk menyimpan perlengkapan, kamar mandi, satu ruangan untuk menerima tamu, dan televisi yang menghadap ke arah ranjang pasien.

Melisa yang masih terbaring setengah duduk di ranjang memperhatikan Candra yang berhasil memangku anaknya setelah diajari oleh Ratna. Suaminya duduk di sofa dengan mata terus memandangi wajah Xania. Seolah-olah kini pria itu sedang mengagumi makhluk kecil di pangkuannya. Hari ini, mereka resmi bertiga. Xania adalah pelengkap hidup kedua orang tuanya.

"Hidungnya mirip aku. Mulutnya juga." Dengan hati-hati Candra menyentuh pipi anaknya. "Kayaknya mirip aku semua."

"Kalo mirip tetangga bahaya, dong," balas Melisa.

Candra merespons dengan senyuman. Ia menunduk, mengecup pipi Xania yang matanya terpejam. Masih tidak percaya manusia mungil yang selama ini ia ajak bicara dari luar perut, kini bisa dipeluk, bisa disentuh.

"Mama bilang apa, pasti mirip ayahnya." Ratna bersuara.

Melisa tersenyum tipis. "Iya, Ma. Aku cuma jadi tempat ngekos."

"Kamu kebagian, kok, Sayang. Rambutnya mirip kamu, tapi dia lebih tebel." Candra mengelus ubun-ubun Xania hingga topinya tersingkap.

"Rambut doang. Eh, tapi, panjang badannya tadi berapa, Mas?"

"Lima puluh satu."

"Alhamdulillah! Setidaknya tinggi badan ngikutin bapaknya. Nggak apa-apa, deh, kalau mukanya mirip."

Si kecil mulai menggeliat. Mulutnya bergerak mencari sesuatu. Rengekan kecil terdengar setelah itu. Candra lantas berdiri. "Sayang, kayaknya Xania haus lagi."

"Ya udah, bawa ke sini." Melisa menatap Ratna. "Ma, minta tolong pasangin bantalnya, dong."

Ratna kemudian mengambil bantal menyusui, diletakkan di perut anaknya. Baru setelah itu, Candra berjalan mendekati ranjang Melisa.

"Maaf, Ma, bisa minta tolong pindahin Xania? Saya masih takut."

"Ya udah sini." Ratna mengambil tubuh Xania. Kemudian, diletakkan di atas bantal tadi pelan-pelan. "Udah nyaman?"

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now