81 - Ganjil

6K 1K 170
                                    

Di Jakarta, Candra menyewa sebuah rumah minimalis berlantai dua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di Jakarta, Candra menyewa sebuah rumah minimalis berlantai dua. Terdapat garasi, ruang tamu yang sudah menyatu dengan ruang keluarga, dapur dan ruang makan, lima buah kamar, dua di lantai satu, tiga di lantai dua dan sudah termasuk kamar utama, dan halaman belakang untuk menjemur pakaian.

Di sana, Candra tidak langsung bekerja. Dia masih harus mengikuti berbagai macam pelatihan. Beda maskapai, beda pula prosedur dan pelayanan. Selain itu, Candra juga diberi kesempatan berkenalan dengan para kru.

Untuk suasana di sini, Candra tidak begitu kaget karena selama menjadi pilot selalu mendapatkan rute penerbangan ke Jakarta. Berbeda dengan Sarina dan Mbak Lala yang mengalami culture shock. Sarina terus merasa heran kenapa di Jakarta banyak sekali gedung menjulang tinggi, sedangkan Mbak Lala kaget orang-orang di Jakarta tidak sabaran saat terjebak kemacetan hingga selalu terdengar klakson saling bersahutan. Tidak seperti di Jogja yang selalu mengalah dan sopan meskipun ada kesempatan untuk menyalip lebih dulu.

Hari ini, Candra selesai lebih awal. Sebelum pulang, dia berhenti di sebuah rumah makan, membeli makanan untuk santapan di rumah. Sebelumnya, dia sudah menyuruh Mbak Lala untuk tidak memasak. Candra ingin sedikit meringankan beban perempuan itu yang rela jauh dari keluarga demi menuruti ikut serta bersama Sarina. Candra belum sempat mencarikan suster untuk mengurus ibunya.

Mobil dari bandara berhasil mengantarkan Candra sampai tempat tujuan. Mobil miliknya masih di Jogja. Sengaja dia tinggalkan karena di sana masih dibutuhkan. Jadi, begitu tinggal di sini, Candra selalu memesan transportasi online saat bepergian.

Begitu pintu dibuka, Candra menemukan Sarina sedang duduk menghadap ke layar televisi. Candra membelinya sendiri lantaran rumah ini tidak diberi barang-barang elektronik. Hanya terdapat kursi, meja, dan lampu penerangan. Secara bertahap, dia membeli barang-barang yang dibutuhkan, seperti televisi untuk Sarina dan mesin cuci untuk Mbak Lala.

Usai meletakkan makanan yang dibeli tadi di dapur, Candra naik ke lantai dua, masuk ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah itu, dia turun lagi dan makanan sudah tersaji di meja makan. Namun, Candra tidak langsung duduk di sana. Dia malah menghampiri Sarina yang masih asyik menonton acara masak-masak.

"Ibu, besok pagi aku antar Ibu ke rumah sakit. Ibu bakal ketemu sama dokter dan lanjutin terapinya." Candra membuka pembicaraan lebih dulu. Suaranya sukses mengalihkan perhatian Sarina dari layar.

"Ibu nggak betah di sini. Ibu mau pulang aja."

Tidak. Bukan sekali ini Sarina bilang begitu, tetapi sejak pertama kali menginjakkan kaki di kota ini.

"Kan, baru beberapa hari, Bu. Siapa tahu di sini Ibu bisa sembuh. Aku nggak bisa kalau kita pisah tempat."

"Bukannya harusnya kamu senang? Kamu nggak perlu repot-repot ngurus ibu. Kamu senang, kan, ibu begini?"

Mungkin benar jika tidak memiliki empati, Candra akan dengan senang hati meninggalkan Sarina, tidak peduli dengan kondisi ibunya dan bisa saja berharap Sarina cepat mati. Namun, Sarina tetaplah ibunya. Sarina masih membutuhkannya. Candra merasa tidak perlu membalas semua yang telah terjadi dengan kejahatan yang sama.

Hi, Little Captain! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang