21 - Imunisasi

8K 880 72
                                    

Hidup terus berjalan, bukan? Martin akan selalu terkenang di dalam hati

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Hidup terus berjalan, bukan? Martin akan selalu terkenang di dalam hati. Rasa sedih karena kehilangan perlahan terkikis. Candra kembali bekerja seperti biasa. Bulan ini, dia mendapatkan jadwal terbang ke Jepang selama lima hari. Ketika masih lajang, Candra merasa bebas terbang ke mana pun karena ibunya tidak akan peduli. Sekarang setelah menikah dan punya anak, rasanya berat meninggalkan rumah meskipun hanya satu jam. Ditambah jika pergi jauh seperti sekarang ini, Candra jadi ketinggalan momen penting anaknya.

Seperti hari ini, Melisa datang ke rumah sakit dalam rangka imunisasi sekaligus cek jahitan. Dia datang bersama Ambar karena Candra masih berada di Jepang.

Melisa disambut hangat oleh seorang dokter spesialis anak. Namanya Dokter Mira.

"Selamat pagi, Xania! Cantiknya pakai bando pita. Kita periksa dulu, ya."

Melisa lantas meletakkan Xania di bed periksa. Kemudian, Dokter Mira mulai mengukur lingkar kepala, panjang badan, serta berat badan Xania.

"Keren Xania ini. Normal semua, ya. Berat badan juga nambah, nih!" seru Dokter Mira. Melisa terbelalak melihat angka yang tertera pada timbangan. Padahal, Melisa sempat khawatir Xania masih stuck timbangannya lantaran minum susunya belum banyak. Namun, jika diperhatikan memang ada perubahan pada tubuh anaknya. Pipi, tangan, dan kaki Xania mulai berisi.

"Kalau anak perempuan menyusunya memang tidak sekuat anak lelaki, Bu. Jadi, Ibu nggak usah khawatir. Ibu susui sesuai jadwal yang ditentukan. Jangan dikasih tambahan apa pun."

"Berarti berat badannya masih normal, ya, Dok?"

"Masih, Bu. Selama belum menyentuh garis merah ini, Ibu nggak perlu khawatir."

"Oke, Dok."

"Sekarang kita mulai imunisasinya, ya."

Dokter menyingkap pakaian di lengan kiri Xania. Bayi itu terus menatap wajah dokter seolah-olah meminta penjelasan.

"Dokter pinjem tangannya Xania dulu, ya. Nggak sakit, kok."

Awalnya Xania tersenyum, tetapi saat Dokter Mira mulai memasukkan jarum suntik ke lengan bagian atas, anak itu menangis kencang. Melisa segera mendekap Xania setelah Dokter mengeluarkan jarum suntik. Perlahan-lahan tangis anak itu mereda.

"Kalau Xania hari ini lebih rewel dari biasanya wajar, ya, Bu. Karena itu merupakan respons dia menunjukkan rasa sakit di area bekas suntik. Imunisasi BCG memang bisa menyebabkan bayi merasakan kesakitan karena suntikkan di kulit yang penuh dengan saraf reseptor. Nanti di rumah cukup kompres saja kalau demam, terus kasih ASI, dan dekap seperti ini, ya. Jangan lupa tubuhnya dibungkus supaya mengurangi rasa sakit."

"Iya, Dok. Nanti di rumah saya coba."

"Oke. Ke sini lagi bulan depan, ya, Cantik."

Setelah imunisasi, Melisa pindah ke ruangan Dokter Indi. Kali ini, dirinya yang harus diperiksa. Melisa menitipkan Xania sebentar ke Ambar. Memang Melisa memilih waktu yang sama supaya bisa sekalian.

Hi, Little Captain! [END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin