58 - Main Sama Ayah

7.6K 928 24
                                    

Setelah pamit dengan Inayah, Melisa bergegas meluncur ke bandara

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Setelah pamit dengan Inayah, Melisa bergegas meluncur ke bandara. Di dalam mobil, Xania tertidur di carseat. Melisa juga menyempatkan diri untuk memejamkan mata juga. Begitu tiba, Melisa membopong Xania yang sudah bangun, melangkah menuju terminal kedatangan untuk menunggu Candra.

Memang bukan kali pertama, tetapi Xania tetap ceria saat melihat kerumunan di sekitar terminal. Seolah-olah tahu bahwa sebentar lagi akan bertemu dengan ayahnya. Untung Melisa memakai gendongan, jadi tangannya tidak pegal. Xania terus berontak minta diturunkan, tapi tidak mungkin karena situasi sedang ramai. Melisa lihat ada beberapa keluarga yang sepertinya sedang menunggu juga.

"Xania! Lihat di sana, siapa yang datang ...."

Melisa menunjuk ke arah depan, sosok ayah anak ini yang mendorong navigasi bag tampak dari kejauhan. Tentu saja setelah mengikuti arah mamanya, Xania kembali memberontak. Dia ingin segera bertemu ayahnya. Melisa memilih menurunkannya, membiarkan Xania menopang tubuhnya sendiri dengan kedua kakinya. Tentu dengan pengawasan ketat.

Candra yang kini mengenakan jas biru tua dengan empat garis warna kuning di bagian lengannya, serta topi pet semakin dekat, bahkan kini berlutut di depan anaknya, meraih tangan mungil Xania. Seketika anak itu tertawa renyah. Candra mengangkat anaknya tinggi-tinggi hingga Xania tertawa lepas.

"Makasih udah jemput ayah ke sini!" Candra mencium kedua pipi Xania hingga anak itu kegelian. "Ayah kangen banget sama kamu."

Melisa manyun. Kalau sedang berdua begini, Melisa benar-benar tidak terlihat. Mendadak seperti orang asing yang sedang menyaksikan keluarga lain. Melisa mencoba sabar. Sebelum ada Xania, dia sudah sering melakukan ini selama tiga tahun. Tidak ada salahnya kalau sekarang giliran perempuan lain yang menempati posisinya itu.

Bukannya Melisa harus sangat beruntung Xania mendapatkan kasih sayang lebih dari Candra? Xania tidak perlu mencari kebahagiaan di luar sana karena di rumah sudah ada Candra yang mengisinya. Yaaa, tidak masalah kalau akhirnya Melisa punya saingan di rumah.

"Xania udah makan belum?"

"Belum." Melisa yang menjawab dan saat itulah Candra baru menatap istrinya. Masih menggendong Xania, Candra menggunakan tangannya satu lagi untuk merangkul bahu Melisa, kemudian mengecup kening perempuan itu.

"Mau main dulu atau makan dulu?"

Melisa mengernyitkan dahi. "Main?"

"Iya. Aku mau ajak Xania ke playground. Jadi menurut kamu, mendingan makan dulu atau main dulu?"

Tentu saja Melisa memilih yang kedua lebih dulu. Kalau Xania main, otomatis energinya akan terkuras, lalu pada saat makan anak itu menyantap makanannya dengan lahap. Bakal habis banyak nanti. Toh, sejak sembuh dari sakitnya, Xania belum pernah main-main ke luar lagi.

Maka, mereka beranjak keluar dari bandara, menuju sebuah mall. Setibanya di sana, Candra yang sudah menanggalkan jas serta topinya itu membawa Xania ke sebuah tempat bermain. Terdapat perosotan yang di bawahnya ada bola warna-warni. Candra menaiki perosotan dan meluncur sambil memeluk Xania. Kelakuan lelaki itu sempat membuat Melisa khawatir, takut Xania terbentur. Namun, melihat Xania sangat bahagia, kekhawatiran itu menghilang. Melisa justru ikut masuk ke mandi bola-bola itu. Xania terus meluncur bersama ayahnya, kemudian melempar bola warna-warni itu. Kadang bertepuk tangan, kadang mengentak-entakkan kedua kakinya.

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now