15 - Tidak Mungkin

8.4K 880 27
                                    

Setelah cuti selama 10 hari, Candra mendapatkan penerbangan domestik selama dua hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah cuti selama 10 hari, Candra mendapatkan penerbangan domestik selama dua hari. Sesuai jadwal yang diterima, tiga jam lagi dia akan mengudara menuju Palembang, Jakarta, Palembang lagi, dan baru berakhir di Yogyakarta. Ini menjadi kali pertama dirinya meninggalkan Melisa dan Xania di rumah.

Laki-laki yang mengenakan seragam putih itu mendatangi baby crib. Memandangi bayi perempuannya yang beberapa menit lalu diberi susu. Kalau kenyang dan kering, anak ini tampak tenang.

"Ayah pergi dulu, ya. Kamu jangan rewel. Nanti kalau kamu nurut, ayah beliin sesuatu. Kamu mau apa? Baju, sepatu, tas, atau mau permen sama cokelat? Jangan minta Lamborghini kayak mamamu, ya. Ayah belum sanggup beliin."

Bayi itu tampak diam, tetapi matanya tidak lepas dari wajah sang ayah. Candra tersenyum. Rasanya tidak rela berjauhan dengan anak ini. Ia ingin memiliki waktu banyak bersama Xania seperti yang dilakukan ayahnya dulu.

Melihat Xania, Candra jadi ingat masa lalunya bersama Hutama. Dalam bayangannya sekarang, dia ingin mengajak Xania makan es krim, atau sekadar duduk di taman, main hujan-hujanan, belajar naik sepeda, sampai tidur bersama.  Candra sudah tidak sabar menanti momen itu. Akan dipastikan Xania menjadi anak yang mendapatkan kasih sayang yang cukup. Xania tidak boleh merasakan apa yang dirasakan Candra ketika bersama ibunya.

"Ayo, Mas, itu mobil jemputannya udah datang."

Suara Melisa terdengar, memutus rangkaian mimpi indah suaminya. Satu jam sebelumnya, perempuan itu yang menyiapkan keperluan Candra selama terbang dua hari. Melisa ingin tidak ada yang berubah meskipun sekarang sudah ada Xania. Ia tetap seorang istri yang memastikan sendiri perlengkapan suaminya.

Sebelum benar-benar beranjak, Candra mencium kedua pipi anak itu, meraih tangan mungil Xania, kemudian digerakkan menuju bibir, seolah-olah Xania sedang salim. "Ayah berangkat sekarang, ya."

Xania memang belum mengerti untuk saat ini, tetapi Candra ingin ini menjadi kebiasaan setiap kali pergi, seperti yang selalu Hutama lakukan ketika dirinya masih kecil.

Usai berpamitan dengan anak, giliran Melisa yang mendapat perlakuan serupa. Candra memeluk tubuh sang istri, mencium dari kening sampai bibir. "Aku berangkat, ya, Sayang. Nanti kalau udah sampai aku kabari."

"Iya, Mas."

Melisa menatap punggung suaminya yang perlahan menghilang. Candra sudah melarangnya mengantar sampai teras. Melisa tidak akan membantah. Lagi pula, ini saatnya untuk meluruskan badan setelah semalam bergadang. Dia mulai menyusun bantal dan bersiap mengarungi samudera mimpi.

"Akhirnya bisa tidur ...."

Sayang sekali, kalimat barusan harus menguap setelah telinganya mendengar tangisan Xania. Melisa menegakkan tubuhnya, mengembuskan napas, kemudian tangannya bergerak merangkum rambut dalam satu ikatan.

Melisa mengangkat tubuh Xania. Menimang pelan anaknya. Akan tetapi, tangisnya tidak kunjung berhenti. Padahal popoknya masih kering dan belum waktunya minum susu.

Hi, Little Captain! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang