53 - Jawaban Tidak Terduga

7.7K 980 13
                                    

Sampai pagi Candra terus memikirkan malam itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sampai pagi Candra terus memikirkan malam itu. Bisa-bisanya untuk yang satu ini dirinya bisa teledor. Melisa tidak mengenakan alat kontrasepsi apa pun sekarang. Kalau ternyata nanti perbuatannya berbuah hasil, bagaimana?

"Mas, kereta kita berangkat jam berapa?"

Bahkan, suara istrinya Candra abaikan. Kepala lelaki itu masih penuh dengan berbagai spekulasi.

"Mas?" Melisa memanggil sekali lagi. Sejak tadi suaminya tidak mengeluarkan suara sama sekali. Kalau sedang diam seperti ini, berarti ada sesuatu yang sedang dipikirkan. "Mas kenapa, sih? Masih mikirin yang semalam? Aku mau, Mas mau, salahnya di mana?"

"Kalau kamu hamil sebelum waktunya gimana?" Akhirnya Candra mendongak. Menatap wajah sang istri.

"Ya, nggak gimana-gimana. Emangnya aku harus gimana?" Melisa jadi gusar. Namun, ia harus tetap kalem. Menghadapi Candra yang lagi begini itu jangan pakai urat.

"Mel, punya anak lagi itu nggak mudah, apalagi kalau yang satu masih kecil."

"Mas, aku tahu nggak mudah dan kalau memang udah waktunya, artinya kita mampu. Kalau kita mikirin terus, bakal jadi berat. Lagian, belum tentu jadi."

Hening. Melisa kembali memasukkan pakaian Xania ke tas. Rencananya pagi ini, mereka akan pulang. Tidak mungkin meninggalkan Sarina lama-lama berdua dengan Mbak Lala. Pun Melisa tidak enak dengan Ahsan. Lelaki itu pasti butuh waktu.

"Atau gini aja, biar aku yang pasang alat kontrasepsi. Sebelum ada Xania, aman-aman aja, kan? Gimana, Mas mau nggak?" Melisa kembali bersuara. Ia rasa hanya opsi ini yang sesuai dengan keadaannya sekarang. Ya, jujur Melisa juga takut sebenarnya, tetapi ia mencoba untuk santai. Apalagi, sekarang ada Xania, Melisa tidak mau gegabah.

"Kamu nggak apa-apa?"

"Ya, nggak apa-apa. Daripada Mas takut mulu. Aku nggak mau masalah kayak gini bikin kita ribut terus."

Melisa menghela napas. Ia sangat paham akan ketakutan suaminya. Memang tidak mudah melepaskan sesuatu yang melekat lama. Memang tidak mudah menghadapi masa depan yang belum tentu berjalan mulus. Apa yang dipikirkan Melisa belum tentu sama dengan Candra. Yang bisa dilakukannya sekarang hanya mengerti.

"Ya udah, kalau kamu maunya gitu, aku izinin kamu pakai alat kontrasepsi."

Senyum terukir di wajah Melisa, kemudian melangkah sedikit, dan tangannya melingkar sempurna di leher sang suami. "Mas, tenang aja, semuanya bakalan baik-baik aja, kok. Intinya gini, Mas, kalau jadi, artinya rejeki. Kalau nggak jadi, berarti sesuai rencana."

Lagi-lagi, Melisa berhasil menenangkannya. Memang benar, dukungan dari orang-orang terdekat itu sangat diperlukan. Candra masih berusaha untuk lepas dari banyak kemungkinan buruk.

"Kamu, kok, keliatan biasa aja?"

Melisa menatap suaminya. "Emangnya aku harus kayak gimana? Kepikiran itu ada, tapi aku nggak mau terlalu fokus ke sana. Aku nggak mau mengganggu pikiran terus bikin Xania nggak cukup ASI-nya. Kayak yang aku bilang tadi, kalau jadi ya rejeki, nggak jadi ya udah."

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now