78 - Potong Rambut

5.2K 937 47
                                    

Rumah terasa hampa setelah tiga penghuninya pergi

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Rumah terasa hampa setelah tiga penghuninya pergi. Malam ini Melisa membawa Xania tidur bersamanya. Namun, beberapa kali perempuan itu terbangun. Bukan karena Xania rewel, melainkan karena teringat Candra. Melisa baru tertidur pulas pada pukul tiga pagi dan bangun ketika Xania menepuk wajahnya.

Setelah memandikan Xania, Melisa mengajak anak itu turun ke dapur. Namun, Xania terus berontak di gendongan mamanya, minta turun. Melisa menurutinya. Begitu menapaki lantai, Xania merangkak menuju tangga. Melisa sempat panik melihat anaknya, tetapi Xania tahu dirinya harus berhati-hati. Anak itu menuruni tangga dengan posisi menghadap ke anak tangga.

"Ya ampun, mau turun sendiri. Jauh tau."

"Babab!"

"Iya, iya. Ya udah silakan turun sendiri."

Melisa turun tiga anak tangga supaya bisa menjaga Xania dari bawah. Anak itu benar-benar tidak mau diangkat. Setiap kali Melisa merentangkan tangannya, Xania berteriak. Yang harusnya turun ke lantai dasar memakan waktu semenit sampai lima menit, sekarang lebih lama karena harus menunggu Xania.

Akhirnya Xania berhasil turun dan merangkak lagi menuju ruang tengah. Melisa tidak mampu mengejar lagi. Perutnya engap setiap kali melangkah cepat. Perempuan itu belok ke dapur, mengambil makanan untuk sarapannya dan Xania.

Alunan musik dangdut menggema dari luar. Ada Mas Agus yang sedang merapikan tanaman-tanaman milik Sarina di teras rumah. Melisa tidak pernah mempermasalahkan apa yang dilakukan para asistennya. Toh, mereka sudah mengerti tidak akan mengganggu ketenangan Xania.

Mendengar musik, Xania yang sedang berdiri berpegangan pada sofa itu menggerakkan pantatnya. Melisa yang baru datang spontan tertawa. Ini pertama kalinya Xania joget-joget saat terdengar musik.

"Goyang terus, Bu!"

Xania tertawa renyah dan tidak berhenti menggoyangkan tubuhnya. Tentu saja Melisa mengabadikan tingkah anaknya dalam bentuk video dan mengirimkan hasilnya ke Candra. Tidak lama, musik mati karena Mas Agus sepertinya menerima telepon. Ruangan seketika hening dan Xania menggerakkan kepalanya, seolah-olah sedang mencari sumber suara.

"Yah, udah mati. Berarti Xania harus makan dulu. Sini sama Mama."

Xania yang menurut langsung menghampiri mamanya. Selanjutnya, Melisa mendudukkan Xania di highchair. Tidak lupa memasang sabuk pengaman supaya Xania tidak lari-lari saat makan.

Usai berdoa, Melisa mulai menyuapi Xania. Hingga suapan ketiga, Xania masih menerima. Namun, suapan selanjutnya, Xania terus menolak. Jari anak itu menunjuk piring Melisa.

"Punya Mama keras, Sayang. Xania belum bisa makan."

"Mamam!"

"Iya. Xania makan yang ini, ya."

"Moh!"

Melisa tertawa kecil. Tangannya menoel pipi Xania. "Siapa yang ngajarin bilang moh?"

"Ababab!"

Hi, Little Captain! [END]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu