67 - Menyapih Dini

7.5K 1.1K 49
                                    

Ruangan serba putih serta aroma desinfektan menyapa ketika kesadaran Melisa perlahan terkumpul

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Ruangan serba putih serta aroma desinfektan menyapa ketika kesadaran Melisa perlahan terkumpul. Melisa juga merasakan telapak tangannya tertancap jarum infus. Dia tidak sendirian. Ada Candra yang tertidur dengan posisi duduk dan kepalanya diletakkan di dekat kaki Melisa. Lelaki itu masih mengenakan seragam pilotnya.

"Mas." Melisa mencoba membangunkan sang suami dengan mengusap kepalanya. Tidak butuh waktu lama, Candra membuka mata, lalu menegakkan tubuhnya.

"Sayang. Kamu udah bangun? Ada yang sakit?"

Melisa menggeleng. "Xania mana, Mas?"

"Xania di rumah sama Mbak Ambar, sama Mbak Lala juga."

"Nggak nangis, kan, Mas?"

Candra mengelus pipi istrinya dengan ibu jarinya. "Kamu nggak usah pikirin itu. Xania akan baik-baik aja."

"Aku mau pulang aja. Nggak enak di sini."

"Kamu boleh pulang kalau Dokter Indi udah izinkan."

"Mas ...."

Kali ini Candra mengecup kening Melisa. "Kamu di sini dulu nggak apa-apa, ya?"

Melisa tidak menjawab, memilih memalingkan wajah. Dia maunya pulang. Berjauhan dengan Xania sama saja menambah beban pikirannya. Di sini dia tidak bisa menyentuh anaknya dan itu sungguh menyiksa.

"Kamu mau makan?" Candra bersuara lagi.

"Maunya pulang."

"Sabar, ya. Dokter Indi datangnya nanti siang."

Melisa mendengkus, kemudian memiringkan tubuhnya, membelakangi Candra. Dadanya bergemuruh hebat. Bola matanya memanas. Melisa sampai menggigit bibirnya agar tangisnya tidak terdengar.

"Mel, jangan kayak gini."

Mendengar ucapan Candra, Melisa bereaksi. Tak mampu membendung air matanya lagi. "Terus aku harus gimana, Mas? Aku mau pulang, mau ketemu Xania. Aku nggak mau di sini!"

"Iya aku tahu, tapi nggak bisa sekarang, Sayang. Kita tunggu Dokter Indi dulu."

Candra mendekat, memeluk tubuh sang istri. Membiarkan Melisa menumpahkan tangisnya. Tangisan Melisa begitu menyayat hatinya. Semua ini berawal dari kecerobohannya. Jika seandainya waktu bisa diulang lagi, Candra tidak akan melakukan itu jika tidak menggunakan pengaman.

"Maafin aku, ya, Mel."

Mendengar itu, hati Melisa mencelus. Dia sadar kalau Candra seribu kali lebih tersiksa di sini. Dulu saat belum hamil, Melisa selalu mendambakan reaksi bahagia dari suami ketika mendengar istrinya hamil. Namun, sekarang tidak penting lagi. Berusaha membuat Candra percaya diri bisa menjadi ayah yang baik setelah mengalami berbagai macam lika-liku bersama ibunya, itu jauh lebih penting.

Melisa makin mengeratkan pelukannya, berusaha menghentikan tangisnya. Dia harus bisa mengendalikan diri mulai dari sekarang.

 Dia harus bisa mengendalikan diri mulai dari sekarang

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.
Hi, Little Captain! [END]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora