95 - Temu Kangen

5.9K 979 37
                                    

Setelah berhasil membujuk Xania supaya mau ditinggal sebentar, Melisa dan Candra berangkat ke SMA tempat Melisa menimba ilmu beberapa tahun yang lalu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah berhasil membujuk Xania supaya mau ditinggal sebentar, Melisa dan Candra berangkat ke SMA tempat Melisa menimba ilmu beberapa tahun yang lalu. Namun, begitu tiba di sana, Melisa merasa asing dengan perubahan suasananya. Penjual mi kopyok yang harusnya ada di depan sekolah, kini berubah menjadi kafe. 

"Kamu yakin tempatnya di sini?" tanya Candra.

Melisa garuk-garuk kepala. Sejak tadi dia celingak-celinguk. Dia tidak salah jalan, kok. Bahkan, gedung sekolahnya masih berdiri kokoh. Ya, meskipun warna catnya sudah berubah.

"Bener, kok, di sini. Tapi, kenapa sekarang jadi kafe, ya, Mas? Padahal, terakhir aku sekolah, masih ada."

"Kamu lulus SMA tahun berapa, Mel? Udah mau sepuluh tahun, ya jelas udah berubah."

Candra benar. Terakhir Melisa datang ke sekolah, ya, saat pengambilan ijazah dan setelah itu menghabiskan waktunya di Yogyakarta. Ditambah angkatannya belum pernah mengadakan reuni karena sibuk dengan urusan masing-masing. 

"Coba kita tanya aja, Mas. Siapa tahu bapak-bapak itu kenal sama Bu Nanik," ucap Melisa seraya menunjuk ke arah gerbang sekolah. Tangannya melepas sabuk pengaman, bersiap-siap untuk keluar. 

"Aku aja yang turun." Candra mencegah istrinya saat hendak membuka pintu. "Siapa namanya tadi?"

"Bu Nanik Menik bakul mi, gitu tanyanya, Mas." 

"Oke."

Candra keluar, menyeberang jalan, menghampiri seorang bapak-bapak yang duduk di depan gerbang. Melisa memperhatikan mereka dari dalam mobil. Mulutnya mulai mengunyah keripik ubi buatan Ratna. Dia sampai rela tidak sarapan demi bisa makan mi, tetapi malah makin lama. Jelas kalau perutnya sangat lapar.

Tak lama, Candra menyeberang lagi, masuk ke mobil, dan memakai sabuk pengaman. 

Melisa menurunkan bungkus keripiknya. "Gimana, Mas? Bapak itu tahu nggak?" 

"Tahu. Katanya Bu Nanik udah pindah rumah sejak dua tahun lalu. Rumahnya sekarang kalau dari sini lurus, terus belok kanan. Rumahnya cat warna biru gitu." 

"Wah, semoga bener. Ayo, Mas, langsung ke sana!" 

"Kamu masih inget sama wajahnya, kan?" 

"Masih. Udah, ayo, cepet jalan!"

Candra memacu kendaraannya ke jalan dengan kecepatan sedang sembari sesekali menengok ke kanan mencari pertigaan. Sekitar sepuluh menitan, mereka sampai di sebuah pertigaan. Candra membelokkan mobilnya dan rupanya rumah-rumah di sana didominasi warna biru.

Kepala Melisa bergerak ke kanan-kiri. "Mas, yang mana rumahnya?"

"Aku juga nggak tahu, Mel. Bapak tadi bilangnya warna biru, lah ternyata banyak rumah yang catnya sama."

"Terus gimana, dong, Mas?" Melisa menghela napas. Cuma mau makan mi kopyok saja susah sekali. Sudah sampai sini, masa iya mau gagal.

"Kamu beneran masih ingat wajah ibunya, kan?" 

Hi, Little Captain! [END]Where stories live. Discover now