Bagian 2 ; Drama pagi

897 138 2
                                    

—HAPPY READING—

"Tidak berharap apa–apa, aku hanya ingin kalian berada terus bersamaku"

–Skayara Aruna–

•✦───────────•✧

"Pagi Mama, pagi Kak Gempa!" sapa putra keenam Ayah dan Mama yang memiliki nama lengkap, Thorn Elvinno Ackerley.

Skayara Aruna, satu–satunya wanita dirumah itu yang kerap kali dipanggil dengan sebutan Mama oleh anak–anaknya itu tersenyum saat melihat kehadiran salah satu putranya.

"Pagi juga anak Mama," balas Skaya.

Dan Gempa yang juga berada disana untuk membantu Skaya memasak sebelum pergi kerumah sakit hanya membalas dengan senyuman saja.

"Gimana tidurnya? Nyenyak?" Thorn menggeleng dan membuat Skaya mengernyitkan dahinya.

"Solar gangguin aku terus, jadi aku gak bisa tidur." adu Thorn pada mamanya.

Gempa yang semula sedang merapikan piring di meja makan kini dia beralih kehadapan Thorn "biarin aja, nanti biar Kak Gempa yang hukum!".

"Iya hukum dia, sekalian biar dia nggak bisa main game bareng Kak Taufan sama Kak Ice lagi!" seru Thorn.

Gempa dan Thorn mulai sibuk berbincang dengan arah pembicaraan yang semakin membuat keduanya dekat.

Sementara, tatapan Skaya kini teralih pada Halilintar yang baru saja memasuki dapur, lengkap dengan seragam polisinya tetapi dengan wajah yang masih kusut, tampak seperti baru saja bangun.

"Kamu ada jadwal pagi? Tumben pagi-pagi gini udah siap," tanya Skaya pada Halilintar, karena tak biasanya putra sulungnya itu sudah siap pergi kerja pagi buta begini.

"Hm... Ya," Halilintar menuangkan air kedalam gelas kemudian meminumnya hingga tandas, "ada panggilan dari kantor, tadinya emang nggak ada jadwal pagi."

Skaya mengangguk mengerti dengan penjelasan singkat Halilintar, lalu dia kembali melanjutkan acara menggoreng daging ayamnya yang sempat tertunda karena kehadiran kedua putranya.

"Gantengnya Kakakku!!" puji Blaze yang entah sejak kapan ada disana sambil berdiri disamping Halilintar.

"Mama!" panggil Blaze dan itu mau tidak mau membuat Skaya harus menoleh menatap Blaze.

"Gantengan siapa antara aku sama Kak Lintar?" tanya Blaze sembari berharap jika dialah yang paling tampan.

"Anak Mama kan ganteng semua," jawaban Skaya membuat bibir Blaze melengkung kebawah lantaran jawaban Skaya tak sesuai dengan apa yang diinginkannya.

"Harusnya Mama bilang 'yang paling ganteng itu Aze, Lintar nggak ada apa-apanya cuma tukang sate nyasar negara aja', bukannya bilang gitu,".

Halilintar yang ada disamping Blaze mendelik, tak suka dengan kata-kata Blaze barusan.

Apa–apaan tukang sate? Rasa sate aja gue nggak tau

"Kenapa Kak? Sirik?" tanya Blaze sembari mengangkat sebelah alisnya.

"Dih sirik katanya, muka aja masih gantengan bunglon daripada lo." cetus Halilintar sebelum dia melangkah pergi meninggalkan dapur.

"Huhhh, pak polisi baperan!" ledek Blaze.

"Mending bantuin gue deh Aze, daripada mancing emosi Lintar. Entar bisa–bisa ada kasus pembunuhan karena disetrum gledek lagi," kata Gempa.

"Bantuin apa?" Blaze menghampiri Gempa yang sekarang sedang membuat sandwich untuk Solar dan Thorn bawa kesekolah.

"Cuci piring" jawab Gempa, dan Blaze mengangguk saja karena dia juga sedang tidak memiliki pekerjaan toh sekarang.

"Oke," Blaze berjalan menuju wastafel lalu memulai acara cuci piringnya, "tapi, omong-omong Ayah udah pergi kerja?".

"Ayah udah pergi kerja tadi pagi, bahkan sebelum kalian bangun" kali ini Skaya yang menjawab.

"Awas piringnya pecah!" peringatan Skaya dan diangguki oleh Blaze, ingatkan Blaze untuk tidak membuat kesalahan didepan ratu singa.

╔═════ °• ♔ •° ═════╗

Pangeran Keempat
Mama

╚═════ °• ♔ •° ═════╝

"Dianterin Kak Taufan? No! No! No!" tolak si bungsu sambil menyilangkan tangannya didada, dia Solar Elvanno Ackerley atau yang terkadang Blaze panggil sebagai minyak bensin.

Gempa menghela napas, lelah dengan kelakuan adiknya yang berkepala baru ini.

"Yang nggak free pagi ini cuma Taufan, Halilintar udah pergi kerja tadi pagi terus Blaze sama Ice udah pergi sekolah," ujar Gempa.

"Gimana kalau Kak Gempa aja yang nganterin aku sama Thorn kesekolah?!" tawar Solar dengan senyuman yang mengembang serta tatapan anak kucing yang menggemaskan.

Gempa menggeleng dan itu membuat senyum solar luntur seketika.

"Kakak ada jadwal pagi dirumah sakit sekarang, jadi... nggak punya waktu antarin kalian kesekolah. Cuma Taufan yang bisa," Gempa membalas tawaran Solar tadi.

"Ya udah ayo, tapi syaratnya Kak Taufan jangan nyetir kayak orang kesetanan!" kata Solar pasrah karena memng itu jalan satu–satunya tnpa harus pergi kesekolah dengan berjalan kaki.

"Iya, gue nggak akan ngebut lagi," sahut Taufan yang sedang memakai sepatu diteras.

"Awas aja kalau sampe bohong, aku kuliti Kak Taufan sampe cuma keliatan tulangnya aja!" ancam Solar sambil menatap tajam Taufan.

"Iya-iya, bawel banget sih" Taufan bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju motor ninja zx25r miliknya.

"Lah emangnya muat bonceng tiga di motor ini?" Thorn yang sedang meminuk susu kotak rasa cokelat itu bertanya saat melihat modelan motor Taufan.

"Muatin aja, Solar dibelakang dan kamu ditengah," Taufan naik keatas motor lalu menyalakan mesinnya.

"Kok dibelakang? Aku kan bungsu," protes Solar tak terima disuruh duduk dibelakang.

"Katanya nggak mau jadi adik," timpal Gempa yang sekarang sudah duduk anteng diatas motor beat kesayangannya.

Solar mendecih pelan kemudian dia turut naik keatas motor Taufan dengan perasaan yang agak kesal karena disuruh duduk di jok belakang.

—TO BE CONTINUE—

[✔] Pangeran Keempat MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang