Bagian 8 ; Pelukan Ayah

685 100 6
                                    

"Aku tidak tahu jika kepergianmu bisa membuat banyak kekosongan dalam hidupku"

–Blaze Alden Ackerley–

───────────

Tepat hari ini Liam akan pergi untuk bertugas didaerah lain, semua anggota keluarga Ackerley tentu saja sedih sebab kepala keluarga mereka harus bertugas ketempat lain dan meninggalkan keluarganya sendiri.

Yah... demi negara.

Lalu kini Ackerley bersaudara serta Skayara Aruna sedang berada di pekarangan rumah untuk melepaskan semua rindu yang kedepannya akan menjadi sebuah celengan rindu yang lebih tinggi dari gunung Everest.

"Karena Ayah pergi, sebagai gantinya kamu yang akan jadi kepala keluarga" Liam menepuk pundak Halilintar meyakinkan anak itu jika dia bisa menggantikan posisinya.

Halilintar  mengangguk tanpa membalas ucapan sang ayah, dia sedang sariawan jadi sedikit sakit untuk mengatakan sesuatu.

Pemuda itu merengkuh ayahnya lalu mendekapnya erat, dan yang diperlakukan seperti itu hanya dapat tersenyum simpul memaklumi nya.

"Cepat kembali Letnan, saya Investigator Halilintar Raiden Ackerley akan menunggu kepulanganmu," bisik Halilintar pelan dan hanya bisa didengar oleh Liam seorang.

"Of course, saya akan dengan cepat melaksanakan tugas dan pulang untuk kalian,".

Terdengar formal tapi begitulah cara mereka berdua yang bekerja di bagian keamanan negeri berbicara ketika salah satunya akan melakukan tugas.

Selalu begitu jadi tak membuat orang–orang disana heran.

Melepaskan pelukannya dari sang anak, kini Liam mengalihkan pandangannya pada Skaya yang sejak tadi menunduk dengan mata berkaca–kaca seperti akan menangis.

Bagaimana Skaya tidak sedih coba jika Liam akan pergi tanpa dapat dipastikan jika pria itu akan pulang pada keluarganya kapan.

"My queen," panggil Liam, jarang–jarang sekali dia memanggil istrinya dengan panggilan itu, kalaupun memanggil Skaya dengan panggilan itu palingan juga ketika Liam sedang dalam mood yang baik.

Skaya menatap Liam, bibir bawahnya bergetar menahan isak tangis, tangannya menggapai Liam lalu membawa suaminya kedalam sebuah pelukan hangat milik sang istri.

"Kenapa harus pergi? Kenapa nggak disini aja sama aku buat jagain anak–anak bareng? Aku juga butuh kamu Kak! Aku masih belum bisa jadi ibu yang baik buat mereka,".

Kak Liam, begitu Skaya memanggil suaminya. Padahal usia keduanya hanya terpaut dua tahun.

Tatapan matanya teduh, pria itu mengecup singkat dahi Skaya dan menghapus air mata wanitanya yang luruh membasahi pipi ptih mulusnya.

"Kamu Ibu terbaik yang ada didunia ini, Aya jangan takut karena aku pasti terus sama kamu walaupun ada di tempat jauh. Aku pasti terus sama Aya, jangan nangis ya Aya?" Liam menyentuh kepala Skaya dan mulai mengusaknya pelan, sebab takut–takut tatanan rambut wanita itu akan rusak.

Bisa gawat jika hal itu terjadi, Liam bisa–bisa dijemur selama dua belas jam oleh sang istri tercintanya itu dibawah terik matahari.

[✔] Pangeran Keempat MamaWhere stories live. Discover now