Bagian 7 ; Larangan adalah perintah

709 109 9
                                    

"Kenapa harus dia, kenapa bukan aku?"

–Blaze Alden Ackerley–

•✦───────────•✧

Blaze menendang–nendang kerikil yang dijalanan. Kepalanya menunduk, sebelah tangannya dia masukan sebelah kedalam saku celananya, dengan sebelah tangannya menahan tas nya yang digendong sebelah, di sebelah kanan agar nggak jatuh.

Berangkat sekolah tadi, dia membawa motor tapi saat pulang tadi di pertengahan jalan motor kesayangannya itu malah mogok, alhasil harus dilarikan ke bengkel segera... tapi untungnya dekat dengan bengkel tempat dimana Taufan kerja.

"Aduhh..." terdengar ringisan dari arah berlawanan dengan Blaze. Blaze yang semula menunduk kini mendongakkan kepalanya untuk melihat korban kerikil yang dia tendang.

Dia Thorn, adik keduanya. Sedang apa bocah itu ada disini?

"Hikss... sakit" Thorn mengusap dahinya yang baru saja terkena tendangan batu kerikil.

"Tanggung jawab Kak! Kepala aku hilang satu" ucap Thorn ngawur.

"Emang sejak kapan kepala lo ada 16, hah? Sampe lebaran monyet pun kepala lo bakalan tetep satu." sembur Blaze.

Blaze mendekati Thorn lalu mengelus bagian dahi yang terkena kerikil tadi, "makanya kalau jalan tuh dipake matanya, jangan dijadiin pajangan doang," tutur Blaze.

"Sakit kan jadinya" Blaze melanjutkan ucapannya.

"Kak Aze sih, nendang–nendang jalan... jalannya kan jadi marah ke aku" Thorn mengusap bulir crystal yang keluar dari sudut matanya, sakit omong–omong terkena kerikil yang ukurannya lumayan besar.

Blaze mengangguk pelan, lalu dia melanjutkan kembali jalannya untuk pulang kerumah meninggalkan Thorn sendirian.

"Kak," panggil Thorn saat Blaze sudah lumayan jauh dari tempatnya, "gak mau anter aku gitu?" tanya Thorn.

"For?" Blaze membalikan tubuhnya.

"Kerumah Sori!" Blaze menggeleng sebagai jawaban dari permintaan Thorn barusan.

"Gue ada urusan, lo aja sana... lagian tadi juga sendirian kan?" Thorn mengangguk sebagai balasan, "yaudah sana pergi aja, gue lagi banyak tugas dirumah.".

"Yaudah, tapi nanti aku aduin ke Mama kalau Kak Aze nyuri uang jajan aku lagi." dan dengan wajah watados Thorn berlari dari sana meninggalkan Blaze yang sudah siap mencaci maki dirinya.

"Sabar, sabar, gak boleh kayak si pikachu emosian." Blaze membuang napas lelah, lalu dia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti tadi.

·
·
·

"Blazeee!".

Baru saja sampai, Blaze sudah disuguhi oleh teriakan kemarahan dari kakak pertamanya... padahal salahnya apa coba?

"Lo kemanain headphone gue?!" tanya Halilintar dengan sedikit sentakan.

Blaze menoleh kemudian dia memberikan sebuah cengiran kuda pada kakaknya itu, hingga beberapa detik kemudian dia lari tunggang–langgang.

"BLAZE!" teriak Halilintar kesal... Karena ya, kuota sabar Pak Polisi satu ini memang tipis... setipis tisu dibelah sembilan.

"Mama help! Ada banteng ngamuk!" seru Blaze ditengah larinya untuk menjauh dari Halilintar.

[✔] Pangeran Keempat MamaWhere stories live. Discover now