Bagian 26 ; Hacker ganteng

250 26 9
                                    

Blaze tidak tahu apakah ini sebuah permainan atau hanya kebetulan saja, bukan hidupnya melainkan kedua bocah yang kini tinggal satu atap dengannya. Mereka berdua seakan memiliki banyak rahasia yang jika satu terbongkar maka masih memiliki rahasia lainnya.

Salah satunya kali ini ketika Blaze dan Halilintar mencoba mencari tahu latar belakang Rimba dengan bantuan Sopan yang katanya bisa melakukan apapun.

"Ketemu!" Sopan berseru setelah jarinya lumayan lama menari di atas keyboard.

"Kalau kayak gini udah bisa disebut sebagai hacker ganteng profesional belum?" Sopan menatap Blaze dan Halilintar secara bergiliran seraya memperlihatkan senyum manis di bibir merah alaminya.

"Nggak." sahut Halilintar singkat, toh dia ingin segera menyelesaikan urusannya disini lalu pulang menemui keluarganya di tanah air.

Sopan menghela napas, padahal ia hanya bercanda tetapi kenapa Halilintar malah menanggapinya dengan serius.

"Nih liat, walaupun gak tau guna atau nggak tapi aku berhasil hack ponsel Rimba tanpa sepengetahuan dia." Sopan memperlihatkan layar komputer di depannya yang hasilnya malah membuat Blaze pusing.

"Gue butuh bodrex," ujar Blaze seraya menyandarkan kepalanya ke pundak Halilintar.

Melihatnya Halilintar mendengus, "lo cowok jangan lebay.".

Mengabaikan kedua bersaudara yang sedang melihatnya dari samping kiri, Sopan kembali bermain dengan komputer dan keyboard untuk mencapai apa yang ia inginkan.

Hingga sebuah ikon terlihat Sopan segera menekananya menggunakan mouse yang terletak di samping komputer.

"Cuma vidio plafon putih?" timpal Blaze ketika netranya hanya melihat gambar hidup di komputer.

"Lagian plafon kebanyakan putih kan? Aku belum liat plafon ireng." sahut Sori yang sedari tadi duduk di sofa sembari memakan beberapa camilan yang tadi dia beli.

"Tapi diem dulu, ada suaranya." Sopan memerintah agar kedua remaja laki—laki yang lebih tua darinya tidak lagi berisik.

"Setelah lo, siapa lagi yang harus gue bunuh? Solar?".

"Ja—jangan, jangan lukai Solar. Cukup aku a—ja.".

Meski mereka hanya dapat melihat plafon rumah namun mereka bisa dengan jelas mendengar suara pembicaraan orang di sana.

"Arghh!".

"Sakit, gak mau sakit!".

"Aghh!".

Sopan mematikan komputernya, dia dengan segera merubah posisi duduknya sehingga berhadapan langsung dengan Halilintar dan Blaze.

"Gak mau, denger suaranya aja aku udah tau kalau ada kejadian mengerikan disana. Jantungku berasa pengen muncrat," ucapnya panik. Sopan tahu lantaran suara—suara yang ia dengar benar—benar terasa nyata.

"Kak," Blaze memanggil Halilintar, dia bahkan sampai memukul bahu Halilintar lantaran Halilintar malah kelihatan melamun.

"Kayak kenal deh sama suaranya, kayak pernah denger tapi dimana?" Blaze mengingat akankah dimana dia sempat mendengar suara orang yang dia dengar dalam vidio.

"Udah jelas kan itu suara Rimba?".

Blaze mengangguk, ia juga tahu jika salah satunya adalah suara Rimba, "tapi orang yang satunya lagi, kayak kenal gitu.".

"Kak!" Blaze lagi—lagi memukul bahu Halilintar yang membuat sang empunya mendengus kesal, "bukannya kita punya adek yang namanya Solar? Tadi Rimba sempet bilang nama Solar kan?".

[✔] Pangeran Keempat MamaWhere stories live. Discover now