Bagian 24 ; Es Krim (2)

276 33 3
                                    

sebelum baca, ada hal yang mau ku kasih tempe.

tadaaa!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tadaaa!

ini tuh kayak jadwal ngga sih? kan gini, pertama aku mau tamatin PKM dalam waktu dekat makanya jadi sering update, lalu lanjut selesain GTH. dan soal Half Prince, berasa di anak tirikan sih padahal dia udah ada sebelum GTH bahkan sebelum Hey Twins juga.

ya udahlah ya gitu aja.

HAPPY READING
.


.

Awalnya Blaze tidak pernah menyangka jika Sori dan Sopan masih anak SMP, secara tubuh keduanya bongsor bahkan tinggi badan Sori sebanding dengan Blaze.

Tapi siapa sangka jika kedua bocah itu masih duduk dibangku SMP meski usia mereka satu tahun di atas Thorn dan Solar.

Sekarang mereka bertiga---Sopan dan Sori tidak ada lantaran sedang mengerjakan PR---ada diruang tengah atau ruang tamu yang juga bisa disebut sebagai ruang keluarga.

"Apa yang mau kalian bicarain sampai-sampai maksa mau kumpul keluarga gini?" tanya Supra heran, pasalnya selama tiga hari mereka berdua menetap disini tidak pernah sekalipun kedua keponakannya itu membicarakan hal penting.

"Om, Ayah meninggal!" ujar Blaze to the point sedikit tidak sabaran, dia bahkan sampai meninggikan suaranya agar Supra bisa mendengar dengan jelas sehingga Blaze tidak perlu mengulang ucapannya.

"Meninggal? Mana mungkin, kalian jangan coba mengelabui Om ya." Supra mengelak, tidak mungkin adiknya meninggal bahkan saat terakhir kali bertemu empat belas tahun lalu dia tampak baik-baik saja.

Halilintar memutar bola matanya malas, sejak awal Halilintar sudah menduganya jika Supra akan berkata seperti itu. Hahhh ..., menyebalkan sekali rasanya.

"Udah empat bulan sejak Ayah meninggal, tapi tujuan kita kesini bukan soal cuma ngasih tau kenapa Ayah meninggal." Blaze kembali berbicara tetapi kini lebih tenang dari sebelumnya lantaran Halilintar sempat mencubit pinggangnya tadi.

"Lalu?" Supra kembali bersikap profesional dengan merubah ekspresinya agar kembali dingin dan berwibawa.

"Untuk menguak kasus pembunuhan Ayah," ujar Halilintar mewakili Blaze untuk menjawab, "meski aku emang seorang polisi tapi tetep aja aku butuh bantuan orang dewasa buat ngelakuinnya, untuk di bawa ke pihak yang berwajib juga mereka kurang teliti lantaran gak ada siapa yang tahu selain keluarga dan para tentara yang mengenal Ayah.".

"Jadinya aku mau tanya sama Om, dulu apa ada orang yang benci Ayah?".

Halilintar sudah yakin jika motif dari orang yang membunuh ayahnya berdasarkan dari rasa benci. Kendati rasa iri juga dapat membuat seseorang menjadi monster.

[✔] Pangeran Keempat MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang