Bagian 22 ; Dari pantai

242 44 10
                                    

"Alien hensem datang takluki Bumi demi koko yang dicintai," seorang remaja laki-laki bernyanyi dengan lantang di suatu ruangan yang hanya berisikan lima orang tanpa rasa malu seolah urat malunya sudah benar-benar putus.

"Oh yeah!" sahut temannya yang berjalan disampingnya.

"Mereka dah tiba tahun lepas lagi, macam-macam dah jadi," si remaja pertama kembali bernyanyi setelah temannya menyahut, "ada sekali kalah tapi akhirnya menang juga ...".

"Si botak!" mereka bersorak bersamaan setelah mengakhiri nyanyian mereka lantaran lupa akan lirik selanjutnya.

"Mereka emang biasanya kayak gitu ya Om?" tanya pemuda yang sedang mengukir buah apel menjadi bentuk kelinci.

"Sopan sama Sori biasanya lebih banyak diamnya, tapi setelah ada kamu mereka jadi lebih agresif." ujar pria dengan wajah judes tapi sebenarnya dia memilih hati yang baik.

"Agresif? Emangnya kita predator?" Sopan menatap sinis sang ayah yang sedari tadi duduk disampingnya seraya membaca buku novel.

"Omong-omong Blaze lagi tidur?" si pria menatap remaja laki-laki lain yang sedang memejamkan matanya dengan selimut yang dipakai hingga perbatasan dada.

"Iya, katanya masih lemes jadi tidur lagi." Halilintar mengalihkan atensinya dari apel pada pemuda yang tiduran di sebelahnya.

Tidak salah, Halilintar dan Blaze masih hidup. Mereka berdua beruntung bertemu Supra saat pria itu akan pergi berlaut bersama kedua putranya, meski dirasa mustahil mereka sampai ketempat tujuan dengan cara yang tidak biasa tetapi inilah kehidupan.

"Makasih Om, seandainya gak ada Om mungkin gak akan ada aku sama Blaze lagi." ucapnya dengan nada tulus berserta senyuman yang terukir di bibir pucatnya.

"Gak perlu berterimakasih, kamu juga keponakan saya. Sepertinya sudah seharusnya kita dipertemukan dengan cara ini," Supra meletakkan buku tebal tadi ke sampingnya yang langsung diambil oleh Sopan, "sebaiknya kamu jangan banyak pikiran, lebih baik kamu istirahat agar cepat pulih.".

"Sekali lagi makasih Om," Halilintar mengulang ucapannya.

"Aku kira pas itu duyung terdampar ternyata Kak Hali sama Kak Blaze." celetuk Sopan yang mulai kembali teringat pada kejadian dua hari lalu.

"Kapten, kapal kita di serang berudu!" Sori berseru saat kapal sedikit bergoyang lantaran tersundul Supra yang sedang mengangkat batang kelapa yang menghalangi.

"Berudu gak ada di pantai kocak!" sungut Sopan dengan kesal. Memangnya Sori tidak bisa mencari alasan lain selain berudu?

"Kamu gak asik ah, aku mau ke ayah dulu." Sori melemparkan pedang kayu yang tadi dia pegang kepada Sopan lalu pergi dari sana begitu saja setelahnya.

"Kak kok gitu sih?" Sopan menyusul Sori, ia memegang tangan kanan Sori agar kakaknya itu tidak jadi pergi, "aku bercanda doang, demi celana bolong Kak Frost aku minta maaf!".

"Emang Kak Frost punya celana bolong?" Sori bahkan tidak pernah tahu jika tetangganya itu memiliki celana bolong, lagipula jika punya sudah pasti Frostfire buang.

Sopan mengendikkan bahunya, tetapi seingatnya Frostfire memang punya celana bolong kok, "kayaknya punya deh.".

Sori mengerutkan dahinya, jika Sopan sudah berkata seperti itu sepertinya Frostfire benar-benar memiliki celana bolong, "hm ... wajib di intip." ucapnya.

"Kak, di pantai sebelah sana itu orang?" Sopan menunjuk ke tempat dimana ia melihat adanya orang yang tidur terlentang di pesisir pantai.

"Gak tau, coba samperin deh." selepas mengatakan itu Sori turun dari kapal meninggalkan Sopan yang mengambil pedang kayu lebih dulu.

"Wait Kak, wait!" seru Sopan sedikit berlari untuk menyusul Sori yang sudah mulai jauh.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk mereka sampai ketempat tujuan lantaran dalam beberapa detik saja keduanya sudah sampai.

Dan jika teliti yang Sopan lihat tadi memang orang, berdua lagi.

"Masih hidup?" tanya Sopan, ia menyentuh permukaan kulit salah satu dari orang tersebut dengan pedang kayu.

Tetapi alih-alih meneliti apa kedua orang itu masih hidup atau tidaknya, Sopan malah salah fokus pada kain yang terikat pada kedua tangan dua orang yang dia temui.

"Mereka lakuin ini biar gak hanyut ke tempat yang berbeda?" Sopan berlutut, ia melepaskan kain yang mengikat pada masing-masing kedua tangan dua orang itu.

"Tapi, wajahnya keliatan familiar deh. Kayak pernah liat gitu," celetuk Sori, rasanya Sori pernah melihatnya di suatu tempat tapi tidak tahu dimana tepatnya.

"Kasih tau Ayah Kak sana cepet!" titah Sopan seraya mendorong Sori agar menjauh darinya.

"Dasar kutu kuda nil."cetus Sori dan langsung pergi tanpa peduli dengan Sopan yang kini mengejeknya dengan gerakan bibir.

"Begitulah ceritanya," ujar Sopan setelah memutuskan mengakhiri untuk terus melihat ke masa lalu dan memilih melihat masa depan yang sepertinya akan cerah.

"Tapi kok Ayah bisa kenal Kak Hali sama Kak Blaze keponakan Ayah?" sampai sekarang Sori masih bingung kenapa Supra kenal dua orang yang terdampar di pantai itu masih bagian dari keluarganya.

"Karena mereka mirip adik Ayah," Supra menjawab sembari memperhatikan Blaze yang masih tidur dan Halilintar yang sedang berkhayal tentang sesuatu yang diinginkannya.

"Eh?" Sopan mengernyitkan dahinya saat merasa ada sesuatu yang berbeda dari ucapan Supra beberapa tahun lalu, "adik Ayah yang mana satu? Bukannya adik Ayah itu masih anak sekolahan?".

Benar, Sori juga tidak tahu jika Supra memiliki adik lain.

"Oh, yang waktu itu Ayah kenalin sama kalian dia adik beda ibu, tapi ayah Halilintar sama Blaze beneran adik kandung Ayah." ujar Supra menjelaskan.

"Pantesan Kak Hali agak mirip Ayah, ternyata masih keluarga ya." Sori berdiri, ia menghampiri kasur dan duduk di bibir ranjang yang Halilintar dan Blaze tempati.

"Kak, kenapa bisa nyasar ke Pulau Jeju?" ia bertanya pada Halilintar yang pura-pura tidur.

"Iya Lintar, kenapa kamu sama Blaze bisa ada di pantai Pulau Jeju dua hari lalu?" Supra menimpali karena sejujurnya ia juga belum tahu alasan mengapa kedua keponakannya itu bisa ada ditempat ini.

Halilintar tampak menghela napas panjang. Dia merubah kembali posisinya menjadi duduk agar membuatnya lebih nyaman untuk bicara.

"Tujuan kita sebenarnya ke kota Busan bukan Pulau Jeju, tapi emang beneran buat ketemu Om Supra. Namun diperjalanan pesawat yang kita tumpangi terbelah jadi dua seakan ada benda tak kasat mata yang motong,".

Supra mengangguk, ia mendengarkan dengan baik bagaimana ceritanya Halilintar bisa ada disini.

"Kita berdua jatuh ke laut saat itu juga, tapi Blaze malah tiba-tiba lupa cara berenang yang alhasil aku robek baju dan ikat kain di pergelangan tangan aku sama Blaze supaya kita gak hanyut ke tempat yang berbeda. Saat itu aku beneran gak mikirin bahayanya lautan karena setelahnya Blaze malah pingsan dan bikin aku kalang kabut waktu itu." jelasnya.

"Kenapa bisa pingsan?" Sopan yang bertanya omong-omong.

"Mungkin shock, Blaze juga gak suka laut karena pernah di kejar hiu sewaktu main papan selancar." Halilintar kembali berbicara.

Beberapa hari lalu Halilintar juga tidak berharap banyak bisa melihat daratan lagi apalagi bisa sampai ke tempat tujuan, namun ia yakin jika semua yang terjadi padanya adalah mukjizat Tuhan.

Dia juga tidak tahu jika akhirnya malah langsung bertemu dengan Supra saat ekspektasi nya mengatakan ia akan membutuhkan waktu lama untuk mencari Supra.

"Seenggaknya aku bersyukur karena masih punya kesempatan buat hidup," ujar Halilintar sebagai penutup dari penjelasannya.

TO BE CONTINUE

eakk! kamu tertipu 🙀

[✔] Pangeran Keempat MamaWhere stories live. Discover now