Bagian 17 ; Karena sesajen

600 73 4
                                    

Alih-alih pergi ke lotte world seperti yang telah direncanakan, hari ini Taufan malah mengajak untuk tour kerumah lama mereka yang dulu sempat ditinggali selama 90 persen dari hidup Blaze sebelum akhirnya membeli rumah baru yang dapat ditinggali oleh sembilan orang.

Rumahnya berada jauh dari padatnya kota, dengan hutan pinus yang mengelilingi dan jalanan berbata bertaburan daun-daun yang berguguran.

Tempatnya memang sudah lama tak ditempati, namun sesekali Skaya akan membersihkannya agar terlihat tampak bersih walau tak ditinggali.

Seingat Blaze, dulu dia pernah membuat kolam kecil dengan luas sisi 30 cm dan 25 cm lalu bentuk persegi panjang di halaman rumahnya bersama Ice.

Mari berharap kolamnya tak hilang dimakan kuda lumping atau semacamnya.

"Pasti banyak setannya ya kan?" lontar Thorn. Dia melihat Taufan yang sedang membuka pintu yang dikunci dengan alasan keamanan.

"Kita beli bukhur kalau ada setannya," celetuk Blaze. Pemuda yang tengah menggendong kucing galaknya itu membuka pintu rumah yang sudah Taufan buka kuncinya.

"Assalamu'alaikum bapak ibu jurig, numpang nyimpen sesajen ..." kata Blaze begitu melangkahkan kaki kanannya kedalam rumah penuh kenangan.

"Saja—saja ada." celetuk Ice.

Ice ingat, dulu sewaktu kecil dia berkali—berkali dimarahi oleh ayahnya karena tak mematuhi perintah untuk tidak lari—larian didalam rumah lantaran takutnya tersandung atau membentur sudut meja dan lemari kayu.

Seluruh masa kecilnya tertinggal dirumah ini, begitupun dengan Blaze.

"Ice," Blaze memegang tangan Ice yang hendak membenarkan letak kacamata yang dikenakannya agar terlihat pintar, "kekamar kita yuk!".

Tanpa menunggu persetujuan Ice, Blaze menarik Ice dan berlari menuju kamar yang dulunya pernah mereka tinggali sewaktu kecil. Tak hanya kamar Blaze dan Ice, tetapi juga kamar Solar.

Sejak kecil Thorn tidak mau tidur berjauhan dengan Skaya jadi rela tidak rela Solar lah yang tidur dengan kedua kakaknya. Hanya terdapat tiga kamar dan kamar mandi yang terpisah diluar, sehingga membuat mereka harus tidur bersamaan dikamar yang sama.

Blaze berdiri di pintu bercat cokelat dengan nama Solar si paling hensem.

Melihatnya Ice tersenyum. Tujuh tahun lalu, Solar sempat merajuk tak mau sekolah karena di ejek jelek oleh Taufan dan alhasil sebagai bujukan agar Solar mau sekolah Liam membuatkan tanda nama dipintu dengan nama Solar.

"Optimus gue kayaknya masih ada disini deh, tahun lalu gak sempet di ambil." ujar Blaze tatkala mengingat meninggalkan mainannya dikamar ini.

Ice menatap Blaze yang berdiri disamping kirinya, "Bumblebee gue juga ketinggalan, gak yakin sih masih ada." balasnya.

"Kenapa gitu?".

"Dimakan kuyang.".

Blaze tertawa saat mendengar dua kata yang diucapkan Ice. Meski tak lucu namun menurutnya ucapan Ice terdengar absurd dan terkesan aneh untuk Ice yang biasanya jarang bicara.

"Gue buka ya?" Ice meminta persetujuan dari Blaze tatkala ia memegang gagang pintu, begitu Blaze mengangguk, Ice menarik tangannya kebawah hingga bunyi klek samar terdengar.

"JURIG MAMA CUKURUKUK!" latah Blaze saat netranya melihat tikus berlari dari kamar melewati kakinya, bukannya takut namun ia terkejut seolah mendapat jump scare di scene horor sebuah film.

"Lo apaan sih? Random amat, cuma tikus doang." Ice memasuki kamar yang sudah lama tak ditinggali namun masih terlihat begitu terawat.

Blaze menatap Ice dengan ekspresi yang mengisyaratkan tak suka dengan respon Ice, "cuma tikus? Tikus segede kapibara lo bilang, cuma? Cuma?!" nada suara Blaze meninggi.

[✔] Pangeran Keempat MamaWhere stories live. Discover now