Bagian 12 ; Marahan

497 72 9
                                    

—HAPPY READING–

"Didunia ini kita hidup sendirian."

–Ice Aiden Ackerley–

•✦───────────•✧

"Lari terus Ice!".

"Aze di belakang lo itu-".

"T*i!".

Gempa menatap jengah kedua adiknya yang berlari tunggang langgang memasuki rumah bahkan hampir melupakan untuk melepas sepatu sebelum masuk kedalam.

"Ah gila capek banget," Blaze merebahkan tubuhnya dilantai dingin, disebelahnya ada Ice yang sedang duduk lesehan dilantai. Napas keduanya terengah setelah berlari dari minimarket yang jaraknya lumayan jauh dari rumah.

"Anjing gila," dumel Blaze kesal.

Ice menatap Blaze sekilas lalu kembali meluruskan kakinya yang sudah tak bertenaga.

"Kalian kenapa? Pulang-pulang pada ribut," Gempa menghampiri kedua adiknya, pemuda itu baru saja pulang dari rumah sakit tiga menitan lalu.

Blaze menatap Gempa lalu dia berdiri begitu saja sehingga membuat pandangan gelap dan agak pusing, "kita dikejar anjing gila, nyesel banget sekolah gak bawa motor. Aduh mana capek banget abis futsal tadi,".

"Salah lo sendiri, gue bilang jangan diisengin anjingnya 'kan jadinya tuh anjing ngejar kita, mana sampe rumah lagi." Ice dongkol, dia yang masih duduk menatap kesal Blaze.

"Kejailan kecil," celetuk Blaze. Pemuda itu mengulurkan tangannya membantu Ice berdiri dan diterima dengan senang hati oleh sang empunya nama.

"Kakak!" Thorn datang dengan senyuman lebar yang menghiasi wajahnya, fokus atensinya terkunci pada plastik putih berlogo minimarket yang sedang Ice pegang.

Blaze mengambil plastik tersebut dari tangan Ice dan mengulurkannya pada Thorn, "nih es krimnya, jangan lupa dikasih Solar juga. Jangan tamak kayak Ice ya,".

Thorn mengangguk patuh dan setelahnya dia pergi dari sana untuk kembali pergi ke kamarnya.

"Kak, tadi gue ketemu Kak Taufan. Katanya bikinin seblak pas dia pulang nanti," kata Blaze menyampaikan pesan Taufan tadi pada Gempa.

"Hah, oke." Gempa menjawab tanpa menoleh lantaran dia sudah memasuki kamarnya yang paling dekat dengan ruang tamu.

"Ayo kekamar, gue mau tidur!" ajak Blaze sembari menarik tangan Ice untuk ikut berlari dengannya ke lantai atas.

"Mandi dulu Blaze!!" seru Gempa yang sedang berada dikamarnya memperingati  Blaze.

.
.
.

Saat ini sekitar jam lima sore, semua orang sudah berkumpul dirumah termasuk Skaya yang sudah pulang dari butik juga.

Saat sore hari semua orang memiliki tugas masing-masing yang harus dilakukan tanpa terkecuali.

Ada Solar, Gempa, dan Skaya yang memasak untuk makan malam, Thorn yang sedang menyirami tanaman, Halilintar dan Taufan yang membersihkan rumah dengan cara menyapu dan merapikan mainan Thorn dan Solar yang berceceran dimana-mana, dan terakhir Blaze dan Ice yang disuruh membeli bahan-bahan paksakan dan segala macam.

"Lo pernah denger ini,".

"Denger apa?" Ice menatap Blaze yang saat ini mengayuh sepeda hitamnya dengan pelan disampingnya.

"Ayah pernah bilang sama gue, katanya anak kembar selalu meninggal salah satu dari mereka dan kalau gak meninggal pasti kepisah,".

Langkah Ice terhenti sejenak sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkah kakinya.

"Kalau emang takdir kita opsi pertama dari ucapan lo, entar lo aja yang meninggal karena gue masih pengen malas-malasan," celetuk Ice.

Blaze merotasi kan matanya, kenapa seperti itu juga balasannya. Untuk apa hidup jika hanya digunakan untuk bermalas-malasan tanpa digunakan untuk mencari japir.

"Katanya bisa sampe seumur hidup,".

Ice menoleh saat mendengar ucapan Blaze, cowok yang rentan terkena hipotermia itu mengernyitkan alisnya tak mengerti.

"Gue punya hemofilia," Blaze melanjutkan ucapannya.

"Makanya Mama selalu ngelarang lo buat dekat-dekat sama pisau atau benda tajam lainnya," Ice menghela napas lelah saat dua tangannya pegal karena menenteng dua plastik berukuran besar dikedua tangannya.

Omong-omong soal hemofilia, hemofilia adalah suatu kelainan yang terjadi pada sistem peredaran darah manusia. Di mana, darah dalam tubuh tidak dapat menggumpal atau membeku dengan baik.

"Entar kalau gue pengen bunuh diri, kayaknya gak bakal susah-susah buat matinya deh," Blaze berucap begitu saja tanpa memikirkan Ice yang saat ini sedang menahan diri untuk tidak melemparkan baru bata ke kepala Blaze.

"Lo mau ninggalin gue? Silahkan, berdiri sana di jalan sekarang juga!" Ice menunjuk jalan yang di di penuhi oleh kendaraan yang hilir mudik kesana kemari.

"Bukan gitu, maksud gue- lo baperan banget sih!" dahi Blaze mengernyit, agak kesal juga dia dengan sifat Ice yang ini, "udahlah sekarang kita pulang, gue gak mau kita berantem dijalan karena masalah sepele.".

Ditengah kediaman mereka berdua, tiba-tiba ponsel milik Blaze berdering yang menandakan ada panggilan yang masuk. Blaze mengambil ponselnya dari daku jaket yang dia pakai dan menerima panggilan yang berasal dari Taufan.

"Kalian dimana? Diculik wewe gombel?" pasalnya Blaze dan Ice sudah lumayan lama sejak pergi dari rumah jadi tak heran Taufan menanyakan hal tersebut.

"Didepan mata lo, gak liat apa?!" sungut Blaze. Blaze saat ini sudah memasuki halaman rumah dan dapat dia lihat Taufan yang sedang duduk di teras bersama Halilintar dan Thorn.

Dan tanpa Blaze sadari sebelah sendal jepit milik Skaya melayang kearahnya dengan kecepatan tak dapat diprediksikan, sehingga sendal yang pada umumnya terbuat dari karet itu mendarat dengan sempurna didahi Blaze.

"Hahaha... kasihan, makanya kalau liat itu dipake matanya," tawa Thorn terdengar nyaring karena sendal yang dia lempar kena telak pada sasaran, dan jangan lupakan juga Taufan yang ikut tertawa.

"Kesini lo berdua!" Blaze menstandarkan speda miliknya terlebih dulu sebelum akhirnya dia berlari cepat mengejar Taufan dan Thorn yang sudah kabur menuju dua arah, Taufan yang kabur ke halaman rumah tetangga dengan memanjat pagar dan Thorn yang pergi ke halaman belakang.

Jika ditanya mana yang akan Blaze kejar, tentu saja Taufan yang lebih menantang karena kakaknya itu suka sekali memasuki tempat yang sulit dilalui jika main kejar-kejaran.

Ice berjalan menghampiri Halilintar yang masih duduk ditempatnya tadi sambil melamun dengan pandangan yang terkunci pada langit berawan diatas sana.

"Kak bawain satu, tangan gue pegel." Ice menyodorkan plastik yang ada ditangan kanannya tepat kedepan wajah Halilintar.

Halilintar yang tersadar dari lamunannya berdecak kesal, tadi padahal dia sedang menghayal menjadi orang paling kaya didunia.

"Ya udah sini." Halilintar mengambil satu bungkusan plastik laku berjalan mendahului Ice kedalam rumah.

"Bu Skaya, anakmu maling rambutan lagi!".

"Nggak Ma, Blaze yang maling!".

"Kak Taufan tuh!".

Ice menghela napas lelah, padahal dia hanya ingin menghabiskan waktu sorenya dengan tenang tapi malah mendengar dan melihat keributan yang dibuat oleh saudara-saudaranya.

—TO BE CONTINUE—

WALAUPUN CUMA SECUIL, YANG PENTING LANJUT LAH YA

[✔] Pangeran Keempat MamaWhere stories live. Discover now