31 : Confession

38 9 9
                                    

Arjuna POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arjuna POV

Aku bersiap-siap untuk menemui Nuansa, beberapa hari lagi aku akan terbang ke Seoul. Setidaknya Nuansa orang pertama yang akan aku beri tahu. Sekali lagi aku melihat  penampilanku di pantulan cermin. Setelah merasa puas, aku meraih ponsel dan menelpon Nuansa.

"Udah dimana Sa?" Aku tidak mendengar jawabannya. "Hallo"

"Kak Juna"

Kenapa suaranya terdengar tidak bersemangat. "Iya?"

"Kakak suka aku?"

Aku terkejut. Kenapa dia mengetahuinya? Apa yang harus aku katakan? Baiklah, aku pikir inilah saatnya aku harus jujur padanya. Bukan! Jujur pada diriku sendiri.

"Iya Nuansa, aku suka kamu"

Tidak terdengar suara cukup lama, aku kira dia memutuskan sambungan, tapi seketika aku mendengar suaranya.

"Sebagai?"

Aku duduk di pinggir tempat tidur sambil memijit kepalaku, kenapa rasanya sakit?

"Aku suka kamu bukan sebagai adikku Nuansa"

"Sejak kapan?" Suaranya terdengar ingin menangis. Aku tidak suka ini.

Aku kembali mengingat pertemuanku dengannya, saat itu aku berumur lima tahun dan Nuansa berumur tiga tahun. Ia sedang berlarian dengan Jevan di panti asuhan tempatku tinggal. Aku memperhatikan mereka dari kejauhan. Saat itulah gadis itu menghampiriku dan menarik tanganku untuk ikut mengejar Jevan.

Senyumnya membuat aku otomatis ikut tersenyum. Itulah pertama kali aku menyukainya.

"Sejak pertama kali aku ketemu kamu"

"Kak Juna....."  Nuansa sudah menangis. Aku menjambak rambutku, ini salahku. Nuansa menangis gara-gara aku.

"Kita harus ketemu Sa"

"Maaf kak, Samudra lebih butuh aku sekarang"

Klik

Sambungannya terputus

"Hallo... Nuansa..." Aku melihat ke layar ponsel lalu mengusap wajahku kasar.

PRAAAAANNGG

Aku terkejut dengan bunyi sesuatu yang pecah.

"Mama..." Aku sangat terkejut melihat mama berdiri di pintu kamarku, benda yang pecah tersebut ternyata gelas berisi minum dan sepiring makanan yang beliau bawakan untukku.

"Kenapa ma?" Jevan yang terkejut mendengar suara gelas pecah tadi juga langsung menghampiri mama.

Aku yakin wajahku sangat pucat sekarang, mama tak berhenti memandangku.

"Turun kamu. Jevan, telpon Aksa! Bilang mama mau ngomong"

Aku sangat gugup, apa mama mendengar semuanya? Kalau iya, apa yang harus aku katakan?
.
.
.

Catatan Mimpi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang