KK 29

3.7K 455 18
                                    

..........

"Kenapa sih, diem aja dari tadi" ujar Axel sambil mengemudikan mobilnya, mobil yang hanya ditumpangi dua lelaki berbeda usia ini sungguh sepi senyap.

Aland meghela nafas, "Lalu saya harus gimana? kayang?" tanyanya menatap Axel jengah.

Dirinya sudah cukup lelah dipaksa Aland asli untuk menggantikannya dengan alasan dia belum mau menemui ayahnya. Hingga membuat dirinya harus terjebak diurusan yang sebenernya bukan urusannya.

Memang benar saat Cakra sudah membantu Liam menyelesaikan tugas kantornya, Axel mengizinkan Aland untuk keluar kamar itu. Cakra sudah bernafas lega karena Aland yang akan mengambil alih tubuh ini.

Tetapi setibanya di jam keberangkatan menemui Reza, Aland dengan mudahnya meminta bertukar tempat dengan Cakra.

Axel terkekeh, "ada merasakan sesuatu? apa kamu deg deg an karena sudah lama tidak bertemu ayahmu?" tanya Axel penasaran. Anak disampingnya ini sedari tadi hanya menampilkan ekpresi datar, dia tidak tau apa yang ada dipikiran anak disampingnya itu.

Lagi lagi Aland menatapnya jengah, "Jika tidak, saya mati ngomong ngomong" balasnya tanpa minat.

"Bukan begitu, tap-"

"Tuan" panggil Aland menyadari ada dua mobil hitam yang menyalip dan menghadang kendaraan mereka membuat Axel mengerem mendadak.

"Siapa mereka" tanya Axel menghela nafas melihat beberapa orang berbaju hitam keluar dari dua mobil itu.

"Anda tidak turun?" tanya Aland heran, Axel terlihat santai sekali.

Axel menatap Aland, "Tidak terlalu penting sampai harus turun tangan, apa kamu pikir kita benar benar pergi berdua?" tak lama setelah Axel mengatakan itu, beberapa orang mulai muncul dan terlihat baku hantam dengan orang dari kubu sebelah.

"Bisa membidik?" tanya Axel membuat Aland mengangguk. Axel memberi Aland satu pistol yang telah disaipkannya tadi. Kaca pintu mobil diturunkan sedikit, Axel membantu anak buahnya untuk mengurangi jumlah musuh.

Siapa yang katanya tadi tidak perlu turun tangan? batin Aland menatap Axel yang terlihat membidik sasaran.

"Anda tidak takut saya mengarakan ini pada anda?" tanya Axel menatap pistol ditangannya.

"Apa kamu memiliki niat melakukannya?" jawab Axel santai tanpa mengalihkan pandangan.

"Aland belakang" ujar Axel membuat Aland paham, ternyata tidak hanya dua mobil, Aland membantu Axel mengurangi jumlah musuh menggunakan satu pistol yang digenggamnya.

Beberapa menit berlalu hingga suara baku hantam tak lagi terdengar. Axel melemparkan pistolnya di dasbor mobil begitu saja.

"Beres" ujar Axel memberi kode pada anak buahnya untuk membereskan hal yang baru saja terjadi.

Bukanya ikut meletakan pistol yang dipakainya tadi, Aland menodongkan pistol itu ke kepala Axel. "Kenapa?" tanya Axel merasa heran.

"Bagaimana jika saya mengatakan akan membunuh anda dengan senjata yang anda beri ini?" tanya Aland, Axel terkekeh mendengarnya.

"Oh? mau membunuhku?" Axel malah memposisikan dahinya tepat didepan ujung pistol yang Aland arahkan padanya.

"Musuh musuh tadi saja tidak ada yang kamu bunuh, kamu tidak menembak di titik vital mereka. Sekarang kamu bilang mau membunh saya?"

Aland menghela nafas, dia ikut meletakan pistol itu di dashboard mobil. "Nyawa bukanlah hal yang semurah itu"

Axel kaget, "Kamu selama ini hidup di dunia seperti ini tetapi belum pernah membuat satu nyawa melayang?" tanya Axel, sungguh dia tau jika Aland terbiasa dengan hal seperti baku hantam maupun senjata api, tetapi apa benar Aland belum pernah membuat raga terpisah dari jiwa seseorang?

Kalandra Kavelo [End]Where stories live. Discover now