PART 19

6 1 0
                                    

Dimalam yang dingin diantara bisingnya kendaraan yang sedang berlalu lalang melawati jalan untuk mencapai tujuannya masing-masing sama halnya Alba yang sedang menjalankan motornya menuju rumah omahnya sambil ditemani kebisingan disekitarnya.

Tidak butuh waktu lama sekitar 20 menit dari rumahnya akhirnya Alba tiba dirumah omahnya. Terlihat satu mobil yang terparkir didepan rumah omahnya sudah dipastikan itu milik orang tuanya.

"Assalamualaikum Omah, Alba datang."

Tak butuh waktu lama perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik menghampiri cucunya untuk menyambutnya dengan senyum yang terukir dibibirnya saat melihat kedatangan cucunya.

"Waalaikumsalam cucu omah, gimana kabarnya?"

"Alba baik omah, harusnya Alba yang tanya gimana kabar omah?"

"Haha omah baik apalagi dijenguk sama cucu omah ini." kata omah sambil mengelus pundak cucunya.

"Jangan sakit lagi omah, omah harus sehat-sehat terus." kata Alba sambil merangkul dan menuntun omahnya kearah ruang keluarga.

Alba menuntun omahnya untuk duduk disofa dan Alba mendudukan dirinya didepan omahnya sambil menyenderkan kepalanya dipangkuan sang omah, itu salah satu kebiasaan manja dari Alba sejak kecil.

"Gak, omah gak sakit lagi kan mau liat Alba jadi orang hebat."

Hanya ada anggukan dari Alba. Omah terus mengelus surai lembut dari cucunya memberi kenyaman disetiap elusannya.

"Ayah sama bunda kemana omah?"

"Bunda kamu didapur lagi buat cemilan, owh iya kamu sudah makan?"

"Sudah omah,"

"Kalo mau makan lagi ayo, ada lauk kesukaan kamu looh." kata omah sambil terus mengelus surai cucunya itu.

Mendengar itu Alba hanya menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba dari pintu luar terdengar orang memasuki rumah.

"Alba udah sampai kamu?"

Mendengar suara Ayahnya Alba pun mendongakan kepalanya mencari sosok Ayahnya.

"Udah baru aja sampai, Ayah darimana?"

"Habis beli pot, Bundamu katanya mau tanam bunga kamboja."

Tiba-tiba tanganya sedikit sakit yang ternyata dari arah belakang terdapat istrinya yang mendengar ucapan lalu memukul lengannya sambil menatapnya sinis.

"Sembarang kamu pen tak gantung hah!"

"Hehe bercanda sayang." kata Ayah Enver sambil bergelayutan ditangan Bunda Shana.

"Awas nanti jatuh tumpah semua!" kata Bunda Shana sambil menyikut tangan Ayah Enver disertai gelak tawa dari sang anak dan ibunya.

"Gak lucu yaah!" sungut Ayah Enver.

"Dih sok asik," kata Alba sambil menatap mengejek sang Ayah dan dibalas tatapan sinis sang Ayah.

"Udah gak usah dilanjut, sini makan sama minum dulu. Omah juga ini diminum susu jahenya." kata Bunda Shana sambil mengambilkan cangkir gelas dan menyerahkan pada ibu mertuanya.

Omah menerima itu dengan baik dan menyesap sedikit demi sedikit. Alba pun turut serta memakan kue buatan sang bunda ditemani teh hangat yang juga disajikan diatas meja.

Ayah Enver yang tadinya kesal pun ikut turut serta dalam kehangatan itu. Kehangatan yang sempurna namun memiliki kekurangan.

"Enak, kue buatan bunda selalu yang terbaik." kata Alba sambil sesekali menyeruput tehnya.

Omah yang mendengar ucapan Alba tersenyum hangat begitu juga sang bunda.

"Kalo gitu makan yang banyak." kata sang omah sambil mengelus surai sang cucu yang masih duduk di sebelah kakinya.

"Omah...."

Semua antensi semua orang yang ada diruang itu tertuju kepada Alba yang sedang menatap omahnya seakan ingin mengatakan sesuatu.

"Alba sayang omah, begitu juga dengan Bang Fajar yang juga sayang sekaligus rindu sama Omah. Bang Fajar juga titip pesan 'cepet sembuh omah Fajar sayang omah' gitu katanya."

Seketika senyum sang omah perlahan menghilang begitu juga suasana ruang tiba-tiba hening.

"Omah gak butuh sayang dari anak itu, dan satu hal omah gak akan pernah rindu dengan anak tidak berguna itu!"

"BUU!" sentak Ayah Enver, menurutnya itu sudah keterlaluan bagaimana bisa ibunya berbicara seperti itu kepada cucunya yang lain.

"Apa! dia emang tidak berguna Enver, anak yang tidak diharapkan kehadirannya dan hanya untuk merusak segalanya."

"Bu cukup! Alba masuk kamar sekarang!" perintah tegas dari Ayah Enver.

"Omah Bang Fajar gak gitu, Bang Fajar anugerah terindah dari Tuhan buat keluarga kita."

"DIA BUKAN ANUGERAH TAPI KUTUKAN, AWAL DARI KEHANCURAN ITU SEMUA DARI ANAK SIALAN ITU."

Ayah Enver menggeram marah disisi lain Bunda Shana sudah tidak bisa membendung air matanya.

"Alba kamu dengar kata Ayah?!"

"Tapi yah...."

Ayah Enver menunjukan tanganya ke arah kamar Alba yang dimana ucapanya tidak bisa diganggu gugat. Alba tak bisa berkata apapun lagi dia pun hanya menurut dan pergi ke kamarnya.

Saat sosok Alba sudah memasuki kamar Ayah Enver menatap ibunya dengan tatapan terluka dan kecewa.

"Bu, sebegitukah ibu benci kepada sosok yang tak berdosa?" kata Ayah Enver lemah nadanya sedikit begetar begitu sakit saat anak yang selama ini dijaga disayang sepenuh hati dihina oleh sang pemilik tahtah tertinggi di kehidupanya.

Mata merah yang sudah menyimpan banyak amarah terlihat dihadapan Enver sekarang.

"Begitu kenyataanya Enver anak itu sudah menjauhkanku dengan salah satu harta paling berharga yang dimana tidak akan bisa kembali lagi."

Suara yang sudah melemah dan ikut bergetar hancur sudah pertahanan Ratna untuk menahan semua, buliran bening dari matanya sudah berlomba-lomba keluar.

"Itu kejadian lama bu dan tak ada sangkut pautnya dengan Fajar. Bang Jovi sendiri juga bilang kalo Fajar adalah harta berharga melebihi harta dunia yang dimana harta itu sendiri kalah berharganya dengan hadirnya Fajar, Alba bener Fajar adalah anugerah terindah untuk keluarga kita."

Ruang itu kembali hening hanya ada suara isak tangis dari sang ibu dan disisi lain Bunda Shana menahan isaknya supaya tidak keluar.

"Ibu cape ingin istirahat." Ratna pun berdiri dari duduknya sedangkan Bunda Shana segera menghapus air matanya dan berdiri menghampiri Ibu mertuanya.

"Biar Shana bantu bu."

Tak ada penolakan dari Ratna. Mereka pun segera pergi ke kamar meninggalkan Enver yang sedang melihat kedua wanita yang sangat dia sayangi.

Enver pun berdiri dari duduknya dan pergi keluar rumah untuk menghirup udara segar untuk sedikit mendinginkan pikiranya.

Enver duduk di teras rumah sambil memandang bintang yang berkelap-kelip menghiasi langit pada malam hari ini.

"Aku harap dengan seiring berjalannya waktu ibu mau membuka sedikit hati ibu supaya menyayangi Fajar selayaknya cucu kesayanganya seperti Alba dan Mentari. Bang Jovi gimana? hebatkan gue udah bisa ngewujudin setengah dari cita-cita lo? Harusnya lo beri gue penghargaan predikat adik terbaik hahaha, Fajar tumbuh dengan baik Bang ganteng kaya gue lah, tapi tingkahnya kaya lo bang malu-maluin itu murni gen lo Bang gue gak ajarin. Pasti lo iri gak bisa main sama liat pertumbuhan Fajar, tapi gak papa Bang gue bisa wakilin lo. Lo gak perlu khawatir lagi anak lo aman sama gue Bang."

Bunda Shana terisak mendengar semua perkataan yang keluar dari mulut suami. Setelah mengantar sang ibu mertuanya ke kamar Shana langsung mencari suaminya dan terhenti ketika mendengar ucapan-ucapan yang terucap dari sang suami.



















Panjaang bangeet gilaaa partnya jadi jangan lupa Vote&komen

Terimakasih




VEJARWhere stories live. Discover now