PART 26

6 2 0
                                    

Tangan Rian memegang erat tangan Alba yang ingin menaiki motor. Rian menatap sendu Alba yang sudah menatap Rian dengan penampilan yang kacau.

"Kita pulang sama-sama," Ucap Rian pelan.

Alba mengangguk mengikuti Rian yang masih menggandeng tangannya menuju mobil Rian.

Sunyi menyelimuti mobil Rian. Alba memandang jalanan dengan kosong. Pikirannya masih menolak dengan keadaan yang terjadi, hatinya mengatakan semua yang terjadi hanyalah kebohongan.

"Bang, cepet bang gue mau pulang." Bisik Alba tanpa sadar air matanya kembali berjatuhan.

Rian yang sedari tadi berusaha dengan susah payah menahan sesak dihatinya harus kalah melihat betapa rapuhnya seorang Alba saat ini.

Rian menghapus kasar air matanya, menarik napasnya dengan perlahan untuk menghilangkan sesak yang mendera.

Rian menghentikan mobilnya saat melihat sesuatu yang berkibar di gang rumah Fajar, tepat di depan gang itu mereka berdua melihat dengan jelas bendera kuning terpasang disana seketika Rian melemas begitu dengan Alba yang sudah mengenggelengkan kepalanya menyangkal keadaan sekarang.

Alba membuka pintu mobil dan berlari menuju rumahnya. Sepanjang jalan Alba melihat banyak orang yang bertaziah berlalu lalang menambah degup jantungnya berpacu cepat.

"Gue mohon bang, jangan tinggalin gue. Gue mohon,"

Rian yang melihat Alba yang berlari kesetanan segera menyusul menggunakan mobilnya.

Deru napasnya berpacu cepat penampilannya yang sudah kacau memaksa membuka paksa gerbang rumahnya.

Alba menghentikan langkahnya saat melihat apa yang dilihat didepanya.

"Heh Lo ko dah balik? mana kek opet pulu-pulu lagi." Ucap pedas Fajar saat melihat penampilan Alba.

"Bang Lo kok.... Gak mati?"

"Si monyet, Lo doain gue mati HAH?! Gue kan dah bilang izin SAKIT bukan MATI."

Deru mobil memasuki rumah. Rian bergegas keluar dari mobil dan tercengang melihat FAJAR sedang berkacak pinggang diteras rumah.

"JAR! Lo gak mati?"

"EMANG KALIAN SEMUA MONYET YAAH. Baru gue izin sekali dah dikira mati emang bener-bener, MAJU SINI LO BERDUA." Sungut Fajar.

Alba yang sedang mencerna kejadian didepannya tersentak kaget mendengar omelan Fajar.

Tanpa aba-aba Alba berlari memeluk Fajar dengan terisak. Fajar yang belum siap sedikit terhuyung sambil mengerutkan alisnya bingung.

"Hiks bang akhirnya Lo gak jadi mati hiks g-gue takut hiks." Isak Alba

"Sejak kapan gue divonis meninggal anjiir,"

Alba masih terus menangis dicelah leher Fajar. Rian mendekati Fajar dan Alba lalu mengelus punggung Alba yang masih menangis.

"Tadi di sekolah ada pengumuman Lo meninggal, ditambah depan gang ada bendera kuning terus banyak orang taziah juga dijalan." Jelas Rian sambil mendudukkan dirinya dibangku yang tak jauh dari posisi Fajar dan Alba.

Rian legaa ternyata sahabatnya masih ada didepannya, mengomelinya walau kondisi Fajar yang masih belum sehat terlihat dari wajahnya yang pucat namun sudah cukup untuk menenangkan perasaannya.

Rian takut sangat takut, teman kecilnya pergi tanpa pamit meninggalkannya, adik kesayangannya, keluarganya yang masih dan akan selalu menginginkan kehadirannya dan menciptakan kebahagiaan yang baru darinya.

Fajar menghela napas dan menekan jidat Alba untuk menjauhi lehernya yang sudah basah oleh air mata ditambah jigong Alba. Fajar mengurai pelukan erat Alba dengan paksa.

VEJARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang