🎮 14 • Anak Bawang 🎮

25 0 0
                                    

"AAA, MAIRA!" Icha yang semula sedang berbincang dengan ketiga gadis lainnya tiba-tiba mengalihkan pandangan, melompat dengan riang sambil melambaikan tangan kala sudut matanya menangkap kehadiran kawan lama

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"AAA, MAIRA!" Icha yang semula sedang berbincang dengan ketiga gadis lainnya tiba-tiba mengalihkan pandangan, melompat dengan riang sambil melambaikan tangan kala sudut matanya menangkap kehadiran kawan lama.

Sementara, sosok yang dimaksud hanya mampu tersenyum kecil. Menyadari gerak-gerik Icha yang membentangkan tangan--hendak memeluknya, Maira pun terpaksa berhenti menggeret koper, beralih menghampiri si pemanggil, lalu membalas sambutan hangatnya dengan canggung.

Jujur, sebagai teman sekadar kenal, tahap pelukan sepertinya agak berlebihan. Atau, mungkin Maira saja yang belum terbiasa. Entahlah, rasanya kurang nyaman, tetapi ia juga tak mau menganggap Icha sok kenal sok dekat. Terlebih, lawan bicaranya itu telah banyak membantu sejak awal. Tanpa Icha, Maira tidak benar-benar bisa berkecimpung di dunia esports, kan?

Tak masalah, Maira hanya perlu mengakrabkan diri. Toh, mereka juga akan bekerja sama selama beberapa waktu ke depan, kan? Ya, bisa jadi Icha merasakan hal yang sama. Hanya saja, perbedaannya terletak pada siapa yang menjadi penggerak dan siapa yang menjadi pengikut.

"Akhirnya, kita kumpul juga! Udah lama nggak ketemu, ih." Icha melepas pelukan mereka, kemudian menyalurkan antusiasmenya.

"Iya, ya, Cha." Maira tersenyum kikuk.

Rasanya kurang afdal kalau belum saling mengenal, Icha lekas mengambil inisiasi. "Eh, kenalan dulu, dong! Sini, sini, sini."

"Coba tebak, ini siapa, Mai?" lanjutnya, menunjuk gadis bertopi panda yang berdiri paling dekat dengannya.

Sesuai permintaan, Maira mengamati sambil menerka-nerka, sebelum akhirnya memajang raut bingung. Memang benar, ia sempat berkomunikasi dengan ketiga rekan lainnya via chat. Akan tetapi, tak pernah sekalipun ia mengetahui bagaimana wajah di balik ketikan itu.

"Devita?" Maira berucap ragu.

Setelah mendengar tawa serentak dari keempat rekan, ia menduga bahwa tebakannya salah. "Eh, bukan, ya?"

"Si bocil ini namanya Yola, Mai," Icha mengoreksi seraya menepuk pelan topi yang dikenakan Yola, "masih 17 tahun."

"Biarpun pendek, tapi dia, tuh, fast hand, loh! Kalau nggak percaya, nanti boleh diadu," sambungnya.

Sementara itu, orang yang sedang dibicarakan pun mendelik, kemudian melayangkan protes. "Diem, deh, Kak Icha. Aku, tuh, bukan pendek, tapi kurang tinggi aja."

Icha hanya sanggup tersenyum geli, sedangkan Maira betah menyimak. Apa boleh buat? Mencocokkan wajah dengan nama, paling tidak itulah yang bisa dilakukannya sekarang. Mana ia tahu kalau gadis yang lebih pendek darinya itu bernama Yola?

"Nah, kalau Devita, yang suka jailin kamu, terus yang paling suka bikin huru-hara di grup, tuh, yang ini, nih." Icha beralih menunjuk gadis berambut hitam panjang yang bersidekap dada sambil menghadapnya.

"Oh, jadi Devita, tuh, yang ini." Pertama kali mengetahui wajah rekannya, Maira tertawa kecil karena tak menyangka.

"Aku ngangenin, ya, Mai? Makanya, yang pertama diinget juga langsung nama aku," ucap Devita, percaya diri.

Calcoon vs Everybody ✔️ [END]Where stories live. Discover now