🎮 36 • Keringanan 🎮

35 4 26
                                    

"Kalau Papa nggak mau ngeliat aku lagi, gimana?" tanya Maira

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kalau Papa nggak mau ngeliat aku lagi, gimana?" tanya Maira.

"Ya, kita tinggal balik aja ke Jakarta. Kita pulang lagi. Yang penting, kan, niat kamu udah baik." Rolan memberikan pendapatnya.

Setelah menuai kesuksesan, Maira pikir ia bisa menikmati kedamaian. Namun, faktanya batin tak pernah tenang semenjak terlibat 'perang dingin' dengan orang tua. Ya, apa gunanya banyak pencapaian, jika hubungan dengan orang yang ingin dibanggakan saja masih renggang?

Berkaca dari Rolan, akhirnya Maira sadar bahwa setiap orang berhak menempuh jalan masing-masing. Selagi tujuannya sama, maka tak masalah sekalipun jalur yang diambil berbeda.

Selama ini, Maira memang terlalu sering menghindar. Namun, saat Rolan ada bersamanya, ia selalu siap menghadapi apa pun. Dulu, aku terlalu pengecut ..., tapi sekarang aku nggak akan lari lagi, ucapnya dalam hati.

"Astaga, Dedek!" Ibu Maira yang membuka pintu sontak terperangah, lantas cepat-cepat mendekap si bungsu. "Akhirnya, kamu pulang, Nak!"

"Maaf, Ma." Maira hanya sanggup mengungkapkan perasaannya lewat satu kata.

"Dedek jangan gitu lagi, ya, Dek. Mama cemas banget mikirin kamu di sini."

Maira memilih bungkam, tak bisa menjanjikan apa pun pada sang ibu karena tujuannya datang kemari memang bukan untuk kembali. Ya, gadis itu hanya ingin berdamai dengan kenyataan, berusaha memperbaiki diri dan tetap berbakti pada orang tua, sekalipun mereka menentang keinginannya.

Tak disangka, beberapa detik setelah itu, suara pria bernada dingin tiba-tiba menyapa pendengaran. "Ngapain kamu ke sini lagi?"

Tak heran, Maira spontan melepas pelukannya dari sang ibu. Baiklah, meskipun sudut matanya menangkap kehadiran sosok lain, tetapi gadis itu memilih untuk memandang lelaki yang berdiri di sebelahnya terlebih dahulu, mengingat masih ada keraguan yang tersisa di hati. Dan, setelah Rolan mengangguk, gadis itu baru mendapat keyakinan, sehingga mampu menatap sang ayah dengan berani.

"Maaf, Pa. Aku ke sini cuma mau nengokin ... sekalian mau kasih mobil yang di depan itu buat Papa sama Mama," ungkap Maira.

Dengan tulus, gadis itu memang berniat memberikan mobil pertama, hasil mengais pundi-pundi uang di dunia esports pada mereka. Jika Maira tak bisa menuruti permintaan mereka perihal masuk kedokteran itu, maka ia berharap bisa menebusnya dengan mengabulkan permintaan lain.

Melihat sang ayah berjalan mendekati adiknya, Marlin berniat menghentikan. "Pa--"

"Kamu nggak usah ikut campur, Lin." Ayah Maira lekas memotong. Tanpa menatap ke arah si sulung, pria itu sengaja menyebutkan kesalahan yang telah diperbuatnya. "Memangnya, papa nggak tau kalau kamu diem-diem ngebantuin Maira selama dia jauh dari kita? Kamu dateng ke Jakarta buat nontonin dia, kamu pikir papa nggak tau?"

Beralih melirik Maira, pria itu kembali bertanya. "Papa tanya sekali lagi, ngapain kamu ke sini ...."

"Ngapain kamu ke sini kalau cuma buat nengokin, hem?" lanjutnya, dengan mata yang berkaca-kaca.

Calcoon vs Everybody ✔️ [END]Where stories live. Discover now