📜 24.00

59 12 7
                                    

"jadi kamu ngelukain diri sendiri lagi?"

Sebuah pertanyaan yang seperti nya lebih mengarah ke pernyataan itu terdengar mengalun dengan lembut di telinga bagi siapa saja yang mendengar.

Pun dengan senyuman khas yang di tampilkan memberikan kesan kasih sayang dan perhatiannya.

Namun, itu tentu jauh berbeda dengan Yoona—wanita itu merespon hanya dengan tatapan kosong yang kentara dan juga bunyi dari perpaduan kedua kuku jari yang dimainkannya.

Dirinya tidak mengindahkan pertanyaan itu.

"Apa yang kamu rasakan setelah melakukan itu?" Tanyanya kembali.

Yoona menoleh dengan tatapan khasnya yang mengintimidasi—walaupun dengan wajah pias dan pucat pasinya yang lebih dominan, namun sama sekali tidak memberikan pengaruh untuk orang lain melihat sisi dirinya.

"Puas?" Ragu, orang itu kembali bertanya.

"Enggak." Jawab Yoona lempeng. Dirinya menunduk lalu kembali memainkan kuku jarinya.

"Lalu?"

"Sedih." Dara—dokter ahli psikolog yang menangani Yoona selama hampir lebih 2 tahun ini, mengerutkan keningnya samar saat mendengar jawaban yang di lontarkan wanita.

"Kenapa sedih? Bukannya seharusnya kam—" ucapannya terpotong saat Yoona mendongak dan memberikan senyum lebarnya ke arah Dara.

"Karena seharusnya Irene yang seperti itu, bukan saya. Kenapa harus saya?" Ucapnya dengan nada pelan dan penuh tekanan.

Dara terdiam, dirinya memandangi wajah cantik pasiennya itu lamat-lamat. Setelahnya menghela nafas pendek.

"Siapa Irene?" Tanyanya pelan.

Yoona mendongak, dirinya menatap Dara dengan tajam setelahnya. Lalu, tanpa menunggu waktu lama dirinya mengambil sesuatu dari kantung jaketnya, lalu memperlihatkannya ke arah Dara tanpa rasa beban.

Dara—wanita itu terkejut bukan main, dan melebarkan matanya sambil menatap Yoona dengan was-was.

"Yoona, kendalikan dirimu, okey? Dengarkan saya—"

"J A L A N G." Ejanya satu-satu sambil terus menggoreskan ujung tajam gunting itu di sebuah meja kayu yang menjadi pembatas antara dirinya dengan Dara.

"Dia jalang." Katanya setelah menyelesaikan tulisan itu menggunakan jari lentiknya.

Yoona tersenyum puas, dirinya menoleh ke arah Dara yang masih terdiam kaku di tempat, "gimana?" Tanyanya memberi pendapat.

"Seharusnya jalang ini yang saya sayat, saya paksa makan kaca, saya celakai, bahkan—saya bunuh waktu itu." Ujarnya dengan nada pelan lalu juga dengan tatapannya yang menerawang.

Yoona mendesah berat, "kenapa harus saya? Kenapa harus saya yang menderita?" Gumamnya.

Dara mendengar itu semua, dirinya seketika menjadi linglung dan tak tahu harus melakukan apa. Namun seperdetik kemudian, dirinya tersenyum kecil lalu memajukan tubuhnya condong ke arah Yoona.

"Yoona begini, yang kamu lakukan itu adalah hal yang seharusnya tidak kamu lakukan. Kamu hanya butuh pelampiasan atas kekesalan kamu kan? Kamu bisa menceritakannya pada saya, atau kamu bisa datang ke rumah saya saat itu juga. Saya tidak keberatan, karena kendali atas diri kamu itu ya hanya kamu sendiri.—

"Kamu hanya butuh teman cerita, dan saya siap untuk menjadi teman cerita kamu." Ucap Dara penuh perhatian.

"Sekarang kamu harus rutin minum obat kamu, jangan sampai tidak. Kamu mau—"

SOMEONE 2 | HUNRENE Where stories live. Discover now