📜 41.00

97 18 8
                                    

Nampak lah sebuah mobil sedan hitam yang baru saja memasuki basement dengan—mungkin bisa dibilang lajunya yang sedikit cepat dan terburu-buru.

Sehun dengan mulus memakirkan mobilnya tepat di tempat biasa dirinya memakirkan mobil hitam miliknya. 29C.

Deru mobil yang semula kini menghiasi dan membuat kebisingan separuh, kini berhenti, mendatangkan kesunyian setelah lelaki itu berhasil membuka seatbelt yang melilit tubuhnya.

Kedua tangannya setia berpangku pada setir mobil, arah pandangannya masih menatap lurus ke depan—luar basement yang gelap dan kosong.

Sial! Jiwanya masih tersangkut pada kejadian yang membuat sebagian raganya kini hilang entah kemana. Dalam diamnya, lelaki itu meremas kuat pada pegangan setir. Tidak! Dirinya tidak berani walau hanya sekedar melirik ke arah kursi penumpang di sampingnya.

Matanya memerah tanpa alasan, oh, bahkan pipinya juga memanas. Brengsek! Maksudnya apa coba?

"Anjing! Anjing!" Umpatnya. Tangannya reflek memukul setir mobil lumayan keras hingga menimbulkan guncangan dan sedikit suara gemerusuk membuat hal yang tidak diinginkan lelaki itu terjadi.

Irene menggeliat kecil dalam tidurnya.

"Hnggh! Hun.." lirihan itu terdengar sayup-sayup dan mengalun bak putaran kaset di telinga Sehun. Lelaki itu sampai menutupi kedua telinganya, saat lirihan itu terus saja berdengung di kepalanya walaupun sang empunya sudah tidak bersuara lagi.

"Fuck! I'm crazy!" makinya. Tangannya memukuli bagian kepala sampingnya saat sebersit ingatan mengenai.. ciuman tadi dan juga panggilan sayup dari gadis itu.

Ya.. semuanya berpusat pada gadis itu. Hal yang membuatnya gila ada pada diri Irene. Mengapa dirinya bisa semenggila ini?!

Kepala gadis itu makin lama kian terangkat. Mata yang semula terpejam juga kini lama kelamaan terbuka dan diikuti dengan kejapan mata yang bergerak pelan.

Lihatlah, Sehun! Pipi merona disertai dengan bibir mungil nan merah itu terbuka sedikit, dan, oh! Matanya yang bergerak sayu juga bagian rambut yang tergerai berantakan. Bagian mana lagi, yang tidak membuat siapapun akan menggila detik itu juga.

Sumpah demi tuhan, perkataan di mobil beberapa waktu lalu itu keluar dengan spontan dan tidak ada maksud apapun. Namun kini, jika keadaan nya terus mendesak dan menyudutkan Sehun seperti sekarang, maka jangan salahkan dirinya yang mungkin akan mewujudkan perkataan tadi menjadi sebuah kenyataan.

"Hun? emmh kita dimana?" tanyanya putus-putus. Tangan kecilnya bergerak mengucek kedua matanya yang terasa berat dan ter-lemi agar segera terbuka.

Sehun meneguk ludahnya kasar. Dirinya masih berpegang teguh akan pendiriannya—sebisa mungkin agar tidak menatap gadis itu—setidaknya.

"Sudah sampai." Singkatnya. Dengan suara khas nya yang serak, menandakan bahwa lelaki itu memang benar adanya sedang menahan diri.

"Sampai? sampai dimana?" Tanya gadis itu bingung. Bahkan saking bingungnya, kepalanya tergerak untuk melihat ke arah kaca mobil—dari dalam. Humm, ini bukan perkarangan rumahnya.

Lantas, ini dimana?

"Apartemen." Balasnya. Singkat, padat, dan jelas. Ingat ya, definisi Sehun jika kepepet hanya akan mengeluarkan balasan seadanya, seperti sekarang.

"Lo bawa gue ke apartemen?" Kepalanya kini terjatuh ke arah belakang kursi mobil, untung empuk, jadinya kepalanya masih sehat-sehat saja detik ini.

"Bayar ga?" Lanjutnya.

Sehun refleks menengok, membuat manik matanya menubruk langsung dengan bola mata cokelat milik Irene yang masih setia terbuka.

Lelaki itu refleks menegakkan tubuhnya. Sial! Pandangannya terkunci hanya karena bertemu dengan mata indah nan sayu milik Irene. Gawat, bagaimana ini!

SOMEONE 2 | HUNRENE Where stories live. Discover now