📜 28.00

48 12 0
                                    

"ga segampang itu lo ngajakin Sehun taruhan, bro." Jack yang sedang meminum minuman kaleng sodanya sembari bersender di punggung sofa kini menegakkan tubuhnya saat Chanyeol berkata sedemikian rupa dengan raut wajah yang tidak bisa dibaca.

Jack mengernyit heran, "maksud lo apaan?" tanyanya dengan ekpresi datar yang kentara.

"gue beneran cuma mau ngasih tau lo, Sehun bukan lawan yang sepadan buat lo." ujar chanyeol.

Mendapat perkataan seperti itu, tentu siapa yang tidak tersulut emosinya. Yap, Jack salah satu contohnya, "Lo ngeremehin gue?" Sinisnya.

Chanyeol yang sudah selesai menghabiskan minuman kalengnya, kini menaruh bekas kaleng itu di atas meja, dan tersenyum tipis setelahnya, "gue ngomong fakta."

"Cih, Lo ga sekedar keliatan bela temen di mata gue." Decih Jack. Dirinya mengambil jaket yag yang ditaruh di sofa single di sampingnya, setelahnya memakainya dan beranjak berdiri.

"Mau kemana lo?" Tanya Chanyeol.

"Balik. Nemuin lo juga ga ada gunanya." Jawab Jack lempeng, setelah nya melanjutkan kembali langkahnya menuju keluar rumah Chanyeol.

Adakah lelaki itu tersinggung atas ucapan Jack tadi? Tidak, diri sudah memaklumi itu. Datang saat dibutuhkan, dan menghina saat tak mendapatkan jalan yang dituju.

Itulah Jack. Orang yang sudah di kenalinya selama hampir tujuh tahun.

Bahkan Sehun pun, tidak mengetahui fakta satu itu.

"Orang bangsat, emang pantes dapet pasangan yang sama sebangsatnya." Gumam lelaki itu Sembari menaruh kedua kakinya di atas meja. Menyender.

______________________

Dara hanya mampu memijit pelan keningnya saat melihat respon Yoona yang luar biasa di luar dugaannya.

"Saya memang bakal balik lagi jam sembilan, tapi bukan berarti kamu saya bebasin ngacak-ngacak ruangan saya," ucap Dara Sembari melihat Yoona yang masih santai sembari memakan keripiknya di atas meja.

"Salah gue?" Tanya Yoona polos sembari menengok ke kanan dan ke kiri.

Dara berdecak kesal, "pake nanya!" Sewotnya.

Yoona terkekeh, "yaudah sih, namanya juga orang lagi stress, banyak pikiran. Tau stress ga? Oh iya, lo mah ga bisa stress sih pasti, duitnya banyak kan?" Oceh cewek itu dengan kepala yang di goyangkan ke kanan dan kekiri.

"Ini saya udah stress. Stress sama kelakuan kamu!" Jawab Dara ngotot.

Baru lihat dokter dan pasiennya beradu mulut seperti orang benar, kaya gini? Kalau belum, simak kelanjutannya!

"Saya resign aja deh kayaknya jadi dokter kamu. Yang ada ntar saya yang gila." Ucap Dara sambil duduk selonjoran di lantai, dengan tangannya yang sibuk memungut satu-satu barang yang berserakan.

"Bagus! Gapapa. Tapi kalo bisa sebelum lo berenti, ajarin dulu Sehun jadi ahli psikolog. Kalo sama dia mah, gue jamin sembuh." Ucap Yoona sembari tertawa lepas, dengan tatapan kosongnya juga dengan kantung mata yang melebar.

Sebenarnya melihat itu, Dara tidak tega. Beberapa hari ini, memang Yoona tidak diijinkan pulang olehnya, dan menginap di tempatnya dengan tujuan untuk bisa mengeceknya lebih mudah. Namun, semuanya tentu tak berjalan mulus, karena alih-alih perempuan itu kukuh menolak dan memaksa ingin pulang menemui Sehun.

Sehun. Sehun. Sehun. Nama itu sudah ribuan kali dirinya dengar, semenjak mengambil alih menyembuhkan Yoona.

"Kalo lo ijinin gue pulang, gue janji bakal beresin semuanya. Sampe kinclong, gimana?" Tawar Yoona dengan mata yang berbinar terang.

Dara melihat itu hanya mampu meneguk ludahnya dengan susah payah, selanjutnya berdiri dan tanpa pikir panjang membenahi semua perkara yang dibuat Yoona dengan diam.

"Dih! Biarin aja, lo beresin ntar gue berantakin lagi!" Ancam Yoona.

Memang ucapannya yang keluar sedari tadi melantur dan kebanyakan mengada-ada. Namun, percayalah dibalik itu ekspresi yang ditujukan Yoona masih tetap sama.

Kosong—terlihat tidak ada semangat hidup.

Dan percayalah, salah satu tujuan utama Yoona untuk mengajukan pulang tidak semata-mata untuk bertemu Sehun.

Namun, jauh dibalik itu... Dirinya ingin mengakhiri semuanya. Semuanya.

______________________

Baru saja menuruni anak tangga untuk menuju dapur di tengah malam yang semakin larut, Irene menemukan sang bunda tengah terduduk termenung di atas sofa pun dengan Chimy yang tertidur pulas di atas pangkuan bunda.

Tanpa pikir panjang, dirinya melangkah dengan pasti ke arah bunda yang ternyata sudah menyadari keberadaannya.

Yujin tersenyum, dirinya mengisyaratkan anaknya untuk duduk di sampingnya.

"Dari kapan Bun, tidurnya?" Tanya Irene sembari menunjuk Chimy menggunakan dagunya.

Bunda menunduk kebawah, dirinya tersenyum tipis melihat anak keduanya tertidur dengan pulas pun dengan wajah yang menggemaskan, "dari tadi. Kecapekan abis main sama Koko, eh tau-tau ketiduran di atas paha bunda." Jelas Yujin.

Irene mengangguk, dirinya juga ikut menyenderkan kepalanya di punggung Sofa, "Tante Yuli sama yang lain kemana Bun?" Tanya Irene lagi. Heran, melihat keadaan rumah sepi tak menyisakan orang selain mereka bertiga.

"Keluar, katanya beli makanan di pasar malem. Mumpung di lapang depan sana, pasar malem dibuka." Jawab bunda.

"Kamu belum tidur?" Tanya bunda melihat anak sulungnya itu masih dalam keadaan tak mengantuk di jam-jam yang kalo normal, Irene pasti sudah tertidur.

"Abis ngerjain tugas Bun." Jawabnya.

"Oh iya, bunda Irin mau ijin besok pulang lebih awal duluan soalnya ada tugas kampus yang gabisa ditinggal. Walaupun lagi free, tapi itu sistemnya kerja kelompok bun, jadi Irin harus bagi waktu buat nyusun tugasnya." Katanya.

Bunda mengangguk, "gapapa sendirian? Bunda sih oke aja."

Irene mengangguk semangat, "gapapa banget kok bun, Irin pengen cepet-cepet selesai abis itu bisa rebahan deh."

"Kayak gini." Ucapnya, setelahnya membawa kepalanya itu untuk diletakkan di atas paha bundanya. Bersamaan dengan adiknya.

"Makan lapak nih, sih buntel Mochi." Ledek Irene sembari terkekeh pelan. Mencubit pipi Chimy yang malah menimbulkan adiknya itu terganggu dalam tidurnya.

"Heh, tangannya jangan jahil!" Kena Bunda sambil memukul tangan jahil Irene yang semakin gencar menjahili adiknya.

Gadis itu tertawa, dirinya memeluk paha bundanya dengan mata yang terpejam, "hidup Irin kayaknya bakal jauh lebih berantakan kalo ga ada bunda sama Chimy." Gumamnya.

Bunda tersenyum tipis, dirinya menggerakkan tangannya sendiri untuk mengelus Surai hitam Anaknya.

"Senyaman-nya kamu, tapi selalu inget kalo semuanya ini bersifat sementara. Ga menetap, semuanya akan hilang kalo udah waktunya, Rin." Ujar bunda dengan nada lembutnya.

Dalam diamnya, dirinya mengangguk membenarkan, "dan waktu itu udah datang, Bun." Gumamnya di dalam hati.

_______________________

TO BE CONTINUE !


SOMEONE 2 | HUNRENE Where stories live. Discover now