5. Kalah🏀

220 14 1
                                    

Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Segara sedang bermain basket di belakang rumahnya bersama Gilang. Sudah sekitar satu jam mereka bermain, namun belum ada yang merasa lelah karena basket adalah olahraga yang sangat mereka gemari.

"Woi Ra istirahat dulu capek gue!" ucap Gilang yang berjalan menuju tempat duduk yang berada di tepi lapangan.

Segara yang awalnya mengambil bola kini berjalan menghampiri temannya itu. Saat berjalan di tengah lapangan cowok itu menembak bolanya dengan asal ke arah ring.

Masuk.

"Buset, makin jago aja lo," ujar Gilang lalu memberikan botol minum milik Segara.

Segara mengambil botol minumnya lalu menegaknya hingga tersisa sedikit. Cowok itu kini melirik ke arah Gilang yang sedang mengelap keringatnya. "Dari pada lo yang dibawah ring doang."

Gilang reflek menampol kepala belakang cowok itu. "Gue kan emang center, lo lupa waktu kelas 10 gara-gara gue juga kita bisa masuk ke semifinal," ungkap cowok itu sembari menepuk dadanya bangga.

Jawaban itu membuat Segara mengelus kepala bekangnya dengan tersenyum tipis. Meskipun baru kenal sejak kelas satu. Segara dan Gilang dapat dengan cepat menjadi akrab, meskipun mereka berbeda kelas saat itu. Ketika kelas 10 mereka berdua merupakan duo maut untuk setiap pertandingan basket bahkan kemampuan mereka sudah setara dengan kakak kelas dulu. Namun, sayang saat itu mereka gagal meraih juara.

"Bentar gue masuk dulu," ucap Segara lalu berjalan masuk ke rumahnya.

Gilang menatap punggung Segara yang perlahan masuk ke rumah. Sebenarnya dia kasihan dengan temannya itu. Gilang merupakan satu-satunya orang yang selalu menjadi tempat bercerita bagi Segara. Mulai dari ayahnya yang meninggalkannya tujuh tahun yang lalu, ibunya yang selalu sibuk dengan pekerjaan, bahkan sampai trauma yang di alami oleh Segara.

Menjadi sahabat yang selalu ada bagi temannya Gilang akan selalu ada ketika senang maupun sedih. Dirinya yakin bahwa suatu saat nanti akan ada saat dimana Segara akan kembali bahagia dengan keluarganya serta sembuh dari traumanya.

Segara berjalan keluar dari rumahnya menuju tempat duduknya tadi. Cowok yang menggunakan kaos tanpa lengan itu, kini menyalakan rokoknya.

Meskipun suka bermain basket Segara juga tidak lepas dari rokok, meskipun dia hanya merokok ketika banyak pikiran saja sebagai penenang.

Gilang menggeleng-geleng kepalanya. "Lo mending berhenti ngerokok lah! gak baik buat kesehatan."

Segara menoleh ke arah Gilang dan menaikkan salah satu alisnya. "Ngerokok dikit gak ngaruh."

Gilang menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan tertawa hambar dan meninju pelan lengan Segara. "Ntar cepet mati gue dapat nasi kotak."

Ucapan itu sontak membuat mereka tertawa. Melepaskan semua pikiran yang ada di kepala dua sahabat tersebut.

...........

Sekarang ini, Segara tengah duduk di motornya. Sudah lima belas menit cowok itu menunggu Lea keluar dari rumahnya. Tadi sebelum berangkat sekolah Anita menyuruh Segara untuk menjemput Lea karena ayahnya ada urusan di kantor.

Segara berdecak sebal lalu melihat ke arah jam tangannya. "Lama banget, kaya bokap gue yang gak pulang tujuh tahun anjir!"

Lea baru saja keluar dari rumahnya. Cewek itu menyipitkan matanya melihat ada Segara yang sudah menunggunya. Saat itu juga Lea tersenyum gemas lalu berjalan mengendap-endap mendekati cowok itu, bertujuan untuk mengejutkannya.

Langkah demi langkah Lea berjalan dengan pelan agar tidak terdengar, sampai akhirnya dia berada di belakang dari punggung cowok itu.

"Satu... dua ..... tiga."

SEGARA Where stories live. Discover now