17. Warna Hitam🏀

128 10 0
                                    

"Lea mana? Kok belum keluar?"

Segara tak langsung menjawab pertanyaan Anita. Dirinya terlebih dahulu meneguk segelas air putih. Dia baru saja selesai sarapan. Sesekali dia melirik ke kamar Lea. Biasanya Lea sudah ada di meja makan dengannya, namun hari ini tidak. Mungkin karena semalam pulang sangat malam setelah dari angkringan nasi bakar Gilang.

"Gak tau. Tinggalin aja."

TUK!

Anita melemparkan sendoknya yang sukses mengenai dahi Segara. Dia kesal dengan tingkah cuek anaknya itu.

Segara yang terkejut dia langsung bangkit dari duduknya menghampiri Lea. "I-iya mah ini Segara liat ke kamar," ucapnya sambil mengelus dahi bekas lemparan sendok tadi.

Setelah sampai di depan pintu. Segara dengan malas membuka pintu tersebut.

"Heh pendek cepetan! atau gue tingg-"

Segara menggantung ucapannya. Matanya membulat sempurna, mulutnya sedikit terbuka. Seketika dia mematung melihat Lea yang sedang mengganti bajunya dan hanya mengenakan celana piyama bermotif bunga serta bra yang berwarna hitam.

Lea terkejut dengan kedatangan Segara yang lansung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Dirinya hanya diam mematung sambil memegang baju seragam yang hendak dia pakai. Cewek itu tidak tahu harus berbuat apa. Kedua mata mereka saling menatap selama beberapa detik.

Segara meneguk ludahnya. "Cepetan!" kemudian dia kembali menutup pintu tersebut dan menuju halaman depan.

Segara menghela nafas berat, cowok itu masih tidak percaya dengan apa yang barusan dia lihat. Jantungnya berdetak kencang seketika. Kemudian cowok itu menampar wajahnya sendiri menghilangkan ingatan yang terus terulang di otaknya.

"Bego, bego, bego."

"Em Garaa?!"

Tubuh Segara terpelonjat penuh ketakutan, pelipisnya perlahan mengeluarkan keringat dingin, ditambah detak jantungnya yang tak kunjung reda karena Lea menepuk pundaknya dari belakang.

"K-kamu tadi liat?" tanya Lea gugup. Menahan rasa malunya.

"Gue punya mata gak mungkin gak liat," ucap Segara mencoba tetap bersikap tenang untuk menahan salah tingkahnya.

"Kamu tau gak, kalo ada orang yang liat cewek tanpa baju mereka bakal di nikahin secara paksa."

Deg?!

..........

Jam pelajaran dimulai, semua murid kelas 11 IPA 2 terlihat ada yang mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh sang guru, namun ada juga yang sibuk sendiri seperti Ren dan Surya yang bermain game secara diam-diam dengan ponsel yang berada di dalam laci.

Berbeda dengan Gilang, dia sibuk mencatat materi yang ada di papan tulis. Wajar saja, karena Gilang merupakan peringkat dua di kelas setelah Acha. Cowok itu memang paling pintar dari anak-anak yang lain.

Sedangkan Segara? Sudah tentu dia memperhatikan ke papan tulis tapi bukan menyimak materi yang diberikan, dia malah melamun.

Segara menyandarkan kepalanya pada tangan kanan di atas meja. Dirinya melihat kedepan dengan wajah datarnya agar terlihat seperti sedang mendengarkan. Meskipun begitu otaknya justru berada di tempat lain.

Segara sejenak melirik ke arah Lea. "Apa bener gue bakal di nikahin paksa?" gumam Segara.

Segara masih tidak lupa dengan kejadian pagi tadi. Padahal sepanjang jalan cowok itu sudah berusaha melupakannya. Entah mengapa justru ketika ingin melupakan sesuatu justru akan semakin teringat bukannya malah hilang.

SEGARA Where stories live. Discover now