25. Hati yang hancur🏀

142 11 0
                                    

Mulai hari ini latihan basket kembali dimulai, setelah sekian lama akibat kejadian rusaknya sepatu mereka. Semua anak basket SMA Angkasa kini sudah memiliki sepatu baru mereka dan bisa memulai latihan seperti biasa.

Terlebih lagi akan ada pertandingan basket antar SMA sekitar dua bulan lagi, semua anak basket diharapkan dapat mendapatkan hasil yang maksimal dipertandingan nantinya. Tentu saja itu berbeda dengan Segara yang justru mendapatkan skors dan masalah yang datang secara bersamaan.

Ren menatap seseorang di depannya dengan tatapan remeh dan menantang. Kedua tangannya kini memegang bola berwarna orange. Cowok dengan jersey basket bernomor sebelas serta mengenakan headband itu, tengah menantang sang pelatih untuk bertanding one on one.

"Jadi gimana coach?" tanya Ren. "Yang kalah harus traktir semua anak basket."

Pak Dean menghela nafas. Laki-laki dengan usia tiga puluh enam tahun itu sebenarnya malas menuruti keinginan anak didinya. Namun bagaimana lagi Ren tadi memaksanya dengan begitu memalukan. "Ya sudah kalau kamu maunya begitu, kalau kalah jangan nangis!"

"Orang tua lawan anak muda. Pemenangnya udah jelas anak muda." Ren terkekeh. "Kita main sampai tujuh point!"

Sementara di pinggir lapangan terlihat ada anak basket yang lainnya, sedang beristirahat setelah selesai berlatih. Namun ada juga yang masih bermain di sisi lain lapangan dan ada juga yang sekedar mendribble bola.

"Ayo Ren gue dukung coach Dean. Tetap menyerah jangan semangat!" teriak Drian yang berada di pinggir lapangan.

Disisi lain Ganendra sudah kembali berlatih setelah tidak bermain selama hampir satu tahun, membuat cowok itu harus extra dalam berlatih. Dia baru saja selesai melakukan push up tiga puluh kali. Cowok dengan tinggi 186 cm itu kini berjalan menghampiri anak basket yang lain.

"Gimana ceritanya Segara bisa berantem sama mereka bertiga?" tanya Ganendra pada Gilang sembari membuka botol minumnya.

"Mereka bertiga yang mulai duluan menghina orang tuanya," jawab Gilang.

"Gila! kurang ajar banget tuh tiga orang." Ganendra meneguk air minumnya hingga tersisa setengah.
"Terus lo semua mau diem aja?"

Surya menghela nafas. Ia berdiri dan mengambil bola berwarna orange di depannya. "Ya gimana lagi, kita semua gak ada bukti kalau Segara itu gak sepenuhnya salah," kemudian cowok dengan kacamata itu berlari mendribble bola menuju ring yang lain.

"WOI, REN SKORNYA BERAPA SEKARANG?" tanya Drian.

"Gue empat, Coach Dean tiga," jawab Ren dengan nafas yang memburu.

"Kalo kalah malu lo. Kalah sama orang tua," celetuk Sam tanpa menoleh tetap fokus pada ponselnya.

"Eh gue kasih tau ya, bedanya pemain tua sama pemain muda. Pemain muda itu panasnya belakangan kalo pemain tua panas dulu terus habis tuh tenaganya," ucap Ren percaya diri.

Mendengar itu Coach Dean hanya bisa terkekeh kecil sembari membungkuk memegang kedua lututnya. Sebenarnya kata-kata Ren ada benarnya terbukti dari coach Dean yang kini sudah kelelahan. Namun hal itu justru semakin membuat sang pelatih kembali bersemangat untuk mengalahkan anak didiknya tersebut.

"GILANG?!"

Mendengar namanya dipanggil cowok berbadan besar dan atletis itu menoleh. Matanya menyipit melihat seorang cewek yang berlari menghampirinya.

"Bella?" Gilang berdiri dari duduknya."Lo ngapain ke sini?"

Cowok itu memang sudah mengenal Bella, sejak Segara mengenalkannya setahun yang lalu.

"Emang bener Segara di skors?" tanya Bella. Cewek itu baru saja selesai latihan bulutangkis, terlihat dari jersey dan tas yang berada dibahunya.

Gilang mengangguk. "Kemarin dia berantem sama Niko, Natan, sama Dikta parah banget pokoknya."

SEGARA Where stories live. Discover now