Prolog

1K 99 270
                                    

"Aku tidak suka gadis bodoh."

Semua siswa dan siswi serempak menertawakan gadis yang baru saja surat cintanya ditolak oleh anak laki-laki bertubuh tinggi yang berjalan bersama dua sahabatnya. Dengan perasaan malu, gadis itu berjalan sambil menundukkan wajahnya.

Sementara, kedua mata itu kembali melihat karakter laki-laki tersebut yang tidak berubah sejak kembalinya mereka ke Jakarta.

Terpaksa, ia menelepon seseorang dan memberitahukan perihal yang dianggapnya penting.

"Halo, Ma."

"Iya? Ada apa Naira?"

"Abang mulai lagi?"

"Kejadian di New York terulang lagi untuk kedua kalinya?"

"That's right Mom!"

"Okay! Mama beritahu papa dulu. Kamu coba cari tahu gadis yang ditolak Adam, si kulkas seribu pintu."

Sofia Jenaira Julianto, masih berprofesi sebagai dokter onkologi bersama suaminya yang sekarang sudah menjadi seorang Direktur di salah satu rumah sakit wilayah Tangerang, tempat mereka bekerja dulu. Sofia tidak habis pikir dengan sifat dan karakter anak laki-lakinya, Adam. Bisa-bisanya memiliki sifat dingin terhadap wanita.

Langsung saja, Sofia menemui suaminya Adrian dan membicarakan hal penting ini demi kelangsungan hidup kedua anaknya yang sudah memasuki masa-masa SMA.

Sesuai kebiasaan Sofia sejak awal bertemu. Tanpa mengetuk pintu, dirinya menerobos masuk ke dalam ruangan suaminya yang berada di lantai tiga rumah sakit.

"Suamiku!" Suara Sofia cukup membuat Adrian kaget.

"Astagfirullah! Ketuk dulu pintunya, aku kaget."

"Kalau diketuk, kamu pasti lama buka pintunya."

"Iya iya." Adrian sudah khatam sifat dan karakter istrinya. Jika sudah begini pasti ada sesuatu yang tidak beres terhadap salah satu anak kembarnya, entah Adam atau Naira. Tapi, jika itu Naira, otomatis Sofia langsung berangkat menuju sekolah anaknya dan menghajar yang mengganggu Naira.

"Adam menolak perasaan seorang perempuan di sekolahnya." Adrian termangu dengan pernyataan yang keluar dari mulut istrinya. Suatu berita yang tidak sangatlah penting.

"Sayang, itu bukan suatu bencana besar. Adam menolak karena ingin fokus sekolah, anak kembar kita itu baru saja naik ke tingkat dua SMA."

Sofia tidak bisa membiarkan anak tampannya itu hidup sendiri sampai tua. Wajar, jika seorang Ibu khawatir terhadap masa depan anaknya, terutama anak laki-laki.

Belum selesai berbicara, ponsel Sofia bergetar pertanda ada pesan masuk. Ia tersenyum begitu melihat foto perempuan yang berhasil didapatkan oleh Naira, anak gadisnya.

"Lihat! Anaknya cantik loh."

"Kalau cantik, kenapa Adam menolak? Harusnya Adam menerima suratnya."

"Dari anak gadis kita beritahu, jika perempuan yang memberanikan diri kasih surat ke Adam adalah perempuan yang berada di kelas E, kelas yang dimana tidak pernah mendapatkan peringkat di sekolah."

Adrian tersenyum getir, istrinya benar-benar polos. Daripada menahan kesal, lebih baik mengajak istrinya makan siang di kantin. "Sayang kita makan di kantin, tiba-tiba aku mau roti bakar."



***


"Berani banget siswi dari kelas E kasih surat cinta ke Adam. Siswa idaman satu sekolah karena selain otaknya yang pintar dan tampan, Adam merupakan anak laki-laki dari pasangan dokter. Ya jelas ditolak Adam."

Adam merupakan siswa tingkat dua di SMA Sampoerna Akademi. Dimana sekolah itu berbasis internasional dan tentunya memiliki kurikulum yang sangat bagus. Bahkan, Sofia dan Adrian mengeluarkan biaya tambahan untuk pelajaran Agama Islam bagi kedua anak kembarnya, di lain sisi, Adam sendiri tidak ramah terhadap semua wanita, kecuali ibunya, adiknya, dan beberapa teman yang ia kenal, itupun hanya di kelasnya saja. Sedangkan, Naira yang merupakan saudara kembarnya, memiliki sifat hangat dan ramah, ia juga termasuk siswi pintar. Meski berbeda kelas dengan Adam, Naira sering sekali mengunjungi kakaknya.

Sejak kejadian penolakan, SMA Sampoerna mendadak heboh. Terutama saat jam makan siang. Siswa laki-laki kebanyakan diam dibanding anak perempuan. Semuanya serempak bergosip. Yang awalnya tidak mengenal gadis itu, gara-gara kejadian tadi pagi, siswi bernama Rania jadi terkenal.

"Sabar Ran, murid kelas A menakutkan semua."

"Ada-ada saja pakai acara kasih surat ke Adam. Adam itu incarannya banyak. Lo sama Adam, bagai langit dan tanah. Jauh."

"Ya gimana dong? Gue cinta sama pandangan pertama ketika Adam kasih pidato awal masuk SMA. Tubuhnya yang tinggi, kulitnya putih, otaknya encer, jelas langsung gue suka."

"Tapi lo mesti sadar diri juga."

"Ssttt! Adam baru masuk ke kantin."

Adam berjalan seorang diri menghampiri etalase kantin. Ibu penjaga kantin, sudah hafal dengan makanan yang Adam makan. Adam tidak suka buah tomat dan saus mayo.

"Terima kasih."

Beberapa siswi perempuan tidak fokus ke makanan mereka masing-masing. Kedua mata mereka, malah fokus melihat ketampanan Adam yang berhasil didapatkan dari kedua gen orang tuanya.

"Abang!" Teriakan Naira membuat Adam menoleh dan tersenyum. Sengaja Naira berteriak agar siswi di sekolah ini langsung mengabadikan gambar Kakaknya yang tersenyum. Senyum Adam yang mahal itu hanya untuk Adiknya seorang.

"Kok Abang ninggalin aku?"

"Kamu lama jadi Abang duluan."

"Abang soal...."

"Nenek bilang kalau lagi makan dilarang membahas sesuatu yang tidak penting kecuali pelajaran."

Naira menuruti kalimat Adam. Mereka berdua menikmati makan siang. Sesuai kebiasaan Adam, ia makan sambil membaca buku. Sementara, Naira sibuk menonton serial anime kesukaannya di ponsel dengan menggunakan earphone.



***


"Gue akan buat Adam cinta sama hati ini."

"Caranya?"

"Belajar dan masuk ke dalam peringkat lima puluh besar saat ujian semester nanti."

"Orang bodoh macam kita mana bisa?"

"Yang penting niat, usaha, dan doa."



***



"Ha? Adam?"

"Ada apa?"

"Aku kesini untuk memberikan pesanan brownies." Rania tidak menyangka jika pesanan brownies tersebut milik keluarga Adam.

Tanpa mengatakan sepatah kalimat pun, Adam mengambil kue tersebut dan memberikan uang yang dititipkan oleh ibunya.

"Adam." Adam langsung menutup pintu rumahnya tanpa mengucapkan terima kasih.

Meski begitu, Rania sangat senang dan akan rajin datang ke rumah Adam untuk memberikan brownies kesukaannya.

"Aku tidak suka cewek bodoh dan berasal dari kelas E"

Kembali mengingat ucapan Adam, membuat gairah semangat belajarnya kembali membara. Ia akan belajar dengan sungguh-sungguh agar Adam jatuh cinta sedalam-dalamnya terhadap dirinya.

"Semangat Rania! Kelak suatu saat Adam akan bucin, sebucin-bucinnya sama lo. I love you baby Adam."

School Diary [On Going]Where stories live. Discover now