Kerusuhan Di Rumah Adam

105 40 370
                                    

Adam dan yang lainnya sedang dalam perjalanan kembali ke Tangerang. Sebenarnya, Naira masih ingin ke tempat wisata. Akan tetapi, Adam menolak keras, dirinya sudah lelah dan butuh istirahat untuk persiapan ujian tengah semester besok. Alhasil, sepanjang perjalanan Naira terus diam dan tidak mau berbicara kepada Adam. Kakaknya benar-benar hanya peduli dengan akademik dan egois ingin selalu menjadi juara kelas.

Dengan sikap cueknya, Adam tidak mempedulikan ocehan Naira yang terus protes terhadap dirinya. Rayyan tertawa melihat saudara kembar ini beradu argumen.

“Padahal Naira mau lihat bukit, Abang.”

“Setelah selesai ujian bisa,” jawab Adam sembari membaca buku tanpa melihat Naira.

“Belajar terus, mau ngalahin Albert Einstein? Atau Ibnu Sina?”

“Berisik,” jawab Adam datar.

“Aku mau ngadu ke Mama kalau liburan sama Abang nggak seru!” ancam Naira agar Adam takut. Bukannya takut, Adam malah mempersilahkan Naira untuk mengadu kepada ibunya, Sofia. Ia tidak takut sama sekali.

“Nggak seru bagaimana, Nai?” tanya Rayyan.

“Iya nggak seru. Setiap tahun sering begini kalau jalan-jalan. Pernah ke Swiss, terus Abang kemana-mana bawa buku dan malah belajar. Ke restoran belajar, ke tempat wisata belajar. Nggak jauh-jauh dari belajar. Ngeselin kalau diajak. Tapi, sekalinya ke pantai, kayak macan liar.” Adam tidak peduli Naira mau bicara apapun, baginya belajar itu penting. Ia lalu memasang earphone di kedua telinganya. Malas mendengar ocehan Naira yang tidak ada manfaatnya.

“Macan liar? Maksudnya?”

Rania asyik menguping sambil sesekali melirik Adam. Mumpung Adam lagi baca, kesempatan bagi Rania memandang puas Adam, karena Adam tidak akan peduli akan di sekelilingnya.

“Iya macan liar, jalan-jalan ke pantai sendiri, main jetski sendiri, main selancar sendiri, bahkan sampai foto maunya sendiri. Nggak boleh ada yang ganggu dia.”

Perjalanan kembali ke Tangerang diwarnai dengan ocehan Naira. Naira menceritakan kebiasaan buruk Adam kepada Rayyan dan Rania, agar keduanya tahu bagaimana ‘hidup’ ala Adam.

Lain halnya di mobil sebelah. Clara dan Azka terus mengobrol mulai dari kesukaan, apa yang dilakukan ketika libur sekolah, sampai kesukaan masing-masing. Dari raut wajah Azka, dirinya senang berinteraksi dengan Clara, sahabat Rania.

Sementara, Rensya masih pulas. Rensya benar-benar lelah, karena selama liburan dirinya terus aktif kesana-kesini menjelajahi tempat wisata.

“Tapi, kamu sering main futsal?”

“Sering Kak Azka, mau ikut?” Azka tentu senang diajak Clara bermain futsal. Kapan lagi bermain futsal dengan wanita tomboy berwajah jelita.

“Boleh, kapan?”

“Hari selasa Kak Azka di daerah Serpong.”

Dari kedua mobil terlihat memiliki cerita yang berbeda. Naira yang terus menceritakan kebiasaan buruk Adam, sedangkan Azka dan Clara terus mengobrol.

***

Kedatangan masing-masing kedua orang tua Sofia dan Adrian cukup mengejutkan mereka. Tanpa diberi kabar terlebih dahulu, sudah sampai. Pak Jusuf dan Bu Hapsari datang dari Yogyakarta, sedangkan Pak Keenan dan Bu Tamara datang dari negara jauh, yakni Belanda. Setelah, Adrian dan Sofia menikah, Pak Keenan memutuskan tinggal di rumah keluarga besarnya di Belanda dan mengajak istrinya, Tamara.

“Kok nggak ngabarin Sofia ke sini?” tanya Sofia kepada ibunya, Raden Haspsari.

“Papa juga kenapa nggak ngabarin Adrian kalau mau ke sini? Perjalanan dari Belanda ke sini lebih dari dua belas jam.”

School Diary [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang