Khawatir

69 20 184
                                    

Suasana jam makan siang di kantin SMA Sampoerna terlihat ramai. Karyawan kantin menambahkan beberapa meja dan kursi. Ini semua disebabkan, karena ada acara pentas tari untuk golongan TK. SMA Sampoerna sendiri, memanglah sebuah akademi mulai dari TK hingga SMA. Hanya saja, sekolah SMA, letaknya di belakang.

Adam menikmati makan siangnya seorang diri. Rayyan dan Naira memilih makan di luar kantin. Lalu, tiba-tiba datanglah seseorang yang langsung meletakkan baki di meja Adam. Ternyata, Luna menemani Adam makan siang. Adam bersikap biasa saja, tidak ada yang spesial.

“Naira kemana?” tanya Luna.

“Makan di luar bareng Rayyan,” jawab Adam.

Luna melihat porsi makan Adam yang benar-benar sehat. Selain protein dan karbohidrat, mineral pun ada juga di baki makanan Adam. Sedangkan, Adam sudah biasa dibekalkan buah-buahan oleh ibunya. Jadi, jarang baginya mengambil buah saat mengantre di kantin.

“Oh ya? Persiapan kamu untuk acara besok, sudah berapa persen?”

“Tidak ada persiapan sama sekali.”

Luna sedikit terkejut mendengar pernyataan Adam yang belum menyiapkan keperluan acara anniversary sekolahnya.

“Aku bertukar pasangan. Awalnya bersama Rayyan, akhirnya aku minta Julian untuk menjadi pasangan dansa besok malam.”

Luna sengaja membahas dansa. Hanya ingin melihat respon Adam mendengar dirinya bersama laki-laki lain. Cemburu atau tidak?

Adam melihat kedua netra Luna.

“Akhirnya Rayyan menemukan pasangan dansa yang tepat.” Adam sudah tahu maksud dari pembahasan Luna. Justru, Adam membalas dengan kalimat sindiran halus.

“Jadi, menurutmu aku bukan pasangan yang tepat?” Luna sedikit tersindir dengan kalimat Adam.

“Aku tidak mengatakan hal yang baru saja kau katakan. Lagipula, ini hanya sebuah perayaan ulang tahun sekolah. Apa yang kau harapkan?” Adam tersenyum kecil. Dirinya tahu, jika Luna menjadi pasangan dansanya, tentunya perempuan itu akan mengharapkan sesuatu yang lebih darinya.

“Aku tidak berharap apapun dari acara besok.”

Adam kembali menikmati makan siangnya. Memasang earphone, karena malas mendengar pembahasan Luna. Mereka berdua memilih diam, menikmati makan siang hingga selesai.

Beralih ke kelas E, Rania dan kedua sahabatnya sedang menikmati nasi goreng buatan Jeno. Keahlian Jeno memasak, menurun dari ayahnya. Kedua orang tuanya memiliki beberapa restoran di wilayah Jakarta, Tangeran, Bogor, dan Depok.

“Nasi goreng kepitingnya enak. Makan ini, jadi teringat Adam. Adam itu anti sama kepiting,” ucap Rania.

“Adam tidak suka kepiting, kenapa?” tanya Jeno.

“Alergi,” jawab Rania polos. Jeno tersenyum kecil. Dirinya tidak menyukai Adam karena sering bersikap kasar terhadap Rania. Ini saatnya memberi pelajaran untuk laki-laki itu.

“Oh ya! Pulang sekolah nanti, aku mengundang kalian makan di restoran Ayahku. Kebetulan, baru buka cabang baru, dekat Bintaro.”

Rania, Clara, dan Rensya setuju. Mendengar kabar baik dari Jeno, Rania ingin mengajak Adam. Mudah-mudahan saja tidak ada Luna.

“Restoran milik Ayah Jeno?” tanya Rayyan. Di kelas A, Rania mengajak Rayyan dan Adam makan pulang sekolah nanti.

“Oke, aku ikut. Mereka berdua juga ikut, Adam dan Naira.”

“Aku nggak diajak?” Luna tiba-tiba bersuara. Tidak adil jika mereka makan tanpa mengajak dirinya.

“Jadi, berempat.” Mendengar Luna ikut, perasaan Rania berubah. Berharap di sana, tidak ada adegan centil dari Luna.


School Diary [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang