Apakah Ini Kencan?

26 4 3
                                    

Malamnya di keluarga besar Adrian, semang bersantai sambil menikmati kudapan khas Kota Amsterdam, yakni bitterballen dan poffertjes. Yang dimana bitterballen adalah makanan khas yang berbentuk bulat dan terbuat dari campuran adonan daging sapi, lalu digoreng hingga renyah. Sedangkan, poffertjes mirip seperti kue cubit khas Indonesia, adonan itu sendiri dimasukkan ke dalam cetakan panas yang sebelumnya sudah dioleskan mentega.

Kedua kudapan ini sangat digemari oleh kedua anak Adrian. Momen yang paling ditunggu oleh Rania adalah mendengarkan keluarga Adam saling bertukar cerita.

“Rania, bagaimana hari pertama di sini? Suka?” tanya Bu Tamara, nenek Adam dan Naira. Rania menjawabnya dengan tersenyum lebar. Jelas bahagia dan suka, karena sepanjang waktu sore dihabiskan berdua bersama Adam. Sesuai khayalan dan harapannya.

Adam yang diam saja terus memandang datar ke arah Rania. Bisa-bisanya wanita ini sangat menyukai sosok dirinya. Apa tidak ada laki-laki lain, padahal yang ia tahu dari kabar burung di sekolah, kalau Jeno sangat mencintai Rania.

Adam yang masih membaca buku tentang psikologi, tidak peduli dengan ocehan Rania. Sepanjang penglihatan dan pendengarannya, Rania terus saja menyebut dirinya di depan kakek dan neneknya.

“Rayyan, nanti setelah lulus SMA. Mau lanjut kuliah dimana?” tanya Pak Keenan.

“Asalkan ada aku, pasti ada Rayyan, iya ‘kan honey?” Naira sangat antusias menjawab pertanyaan yang berhubungan tentang Rayyan.

“Skak mat! Pindahin itu ratunya.” Rupanya di meja kecil sedang diadakan lomba catur. Antara kubu Adrian melawan kubu Tarsim. Dari dahulu, susah sekali mengalahkan Tarsim atau Warno. Selalu saja diakhiri, kalah.

“Pak Tarsim ngalah sama Adrian. Sekali ini saja,” pinta Adrian. Bukannya tidak mau mengalah. Masalahnya untuk urusan dunia percaturan, Tarsim dan Warno tidak mau mengalah.

“Iki kopine. Lagian Adrian susah ngalahin dua kubu itu. Mereka kalau main catur, nggak ada yang mau ngalah.” Mbok Darmi datang seraya membawa dua cangkir kopi hitam dan dua gelas wedang jahe. Kopi untuk Tarsim dan Warno. Sedangkan, wedang jahe untuk Adrian dan Pak Jusuf.

Sementara di belakang rumah. Ada pasangan Azka dan Clara yang sedang bermain gitar sambil bernyanyi. Selain tomboy, Clara lihai dalam bernyanyi. Bahkan, selain lagu pop Indonesia, dirinya bagus dalam bernyanyi lagu barat dan Korea.

“Salah Kak, kuncinya di G.” Clara membantu Azka bermain gitar.

Namun, berbeda dengan Rensya. Dirinya dari tadi sibuk bermain bersama Juno, kucing kesayangan keluarga Adrian.

Rasa kantuk mulai menyerang kedua mata Adam. Jadi, dirinya ijin untuk tidur terlebih dahulu, dibandingkan yang lain. Lagipula, besok kakeknya ingin mengajak Adam ke salah satu perusahaannya yang bergerak dibidang tekstil.

Rania terus memperhatikan punggung Adam yang semakin lama semakin hilang. Rania berupaya menyusul dan menyamakan jam tidurnya dengan Adam. Akan tetapi, sangat disayangkan, Sofia terus mengajaknya mengobrol.

“Adam masih bersikap kasar padamu?” tanya Sofia.

“Memang Adam sering kasar sama perempuan?” tanya Pak Keenan.

“Bukan kasar, tapi lebih ke cuek dan jutek gitu. Anti sama perempuan. Tapi, semenjak ada Rania, semuanya perlahan berubah,” ucap Sofia menjelaskan awal kejadian hingga akhirnya Rania mengubah sifat cuek dan dingin Adam pelan-pelan.

“Tapi  Rania tetap cinta kok sama cucu kalian.” Rania tersenyum lebar. Semakin hari, tingkat kepercayaan diri Rania menambah.

Alhasil, mereka yang ada di ruang keluarga terhibur dengan sifat Rania. Sifat yang mengingatkan Sofia akan dirinya, ketika Adrian menjadi kekasihnya dulu.

School Diary [On Going]Where stories live. Discover now