Guru Privat

144 45 320
                                    

Saat Rania kembali ke dalam kelas, teman-temannya menanyakan perihal dirinya bersama Adam. Hal itu mengundang rasa penasaran, terlebih lagi rasa penasaran Jeno yang tinggi. Laki-laki itu tidak suka jika Adam terus bersikap kasar terhadap Rania.

“Itu Rania!” Clara melihat Rania berjalan masuk ke dalam kelasnya menuju mejanya. Ia duduk sambil melihat ke luar jendela. Senyumnya merekah seperti bunga.

Clara dan Rensya duduk menghadap Rania. Meminta penjelasan lebih lanjut.

“Ran! Ada masalah lagi sama Adam?”

Sambil menopang dagunya, senyum Rania semakin lebar. Anehnya, ia tertawa bahagia. Tentu saja teman-temannya langsung memeriksa kondisi kening Rania, takut jika sahabatnya ini sakit dan mengalami gejala parah.

“Rania kena rabies. Serem ketawa sendiri tiba-tiba. Ditanya malah ketawa-tawa sendiri.” Mendengar penuturan Rensya, Clara langsung memukul mulutnya pelan.

“Sstt! Sembarangan kalau ngomong! Di sekolah tidak boleh bawa anjing. Jangankan anjing, monyet saja tidak boleh dibawa.”

Daripada pusing memikirkan Rania, kedua sahabatnya memilih diam. Membiarkan Rania terhanyut dalam imajinasinya.

Memang dua sahabat Rania memiliki sifat yang bertolak belakang. Clara dikenal lebih berani dan agak ‘tomboy’, kesukaannya terhadap dunia sepak bola, menjadikan dirinya sebagai satu-satunya perwakilan dari kelas E yang berhasil masuk ke dalam tim futsal wanita. Sedangkan Rensya, ia lebih feminin dan agak lemot. Kesukaannya terhadap dunia masak, membuat Rensya mendapatkan julukan ‘koki’ dari sekolah dan pernah menjadi perwakilan perlombaan memasak. Meski lemot dalam pelajaran, Rensya berhasil meraih juara 2.

Beralih ke Rania yang masih membayangkan kejadian tadi. Membuat Jeno bertanya pada Rania. Perlu diketahui, Jeno sudah menaruh hati kepada Rania sejak kecil. Perasaan itu ia simpan rapat-rapat. Takut merusak persahabatan yang sudah terjalin erat.

“Rania,” panggil Jeno.

“Hmm?” Rania masih tersenyum lebar di depan wajah Jeno.

“Lo gapapa?”

“Gue? Hahaha gapapa kok.”

“Terus kenapa begitu?”

“Lagi happy.” Lantas Rania terus seperti itu sampai waktu yang tidak ditentukan.

Lain halnya dengan Adam. Ia berjalan ke lapangan basket seraya menunggu bel masuk. Bermain basket seorang diri. Melihat Adam yang sedang bermain basket, membuat Sorim sahabat Naira menghampirinya.

Sorim sebenarnya memiliki perasaan suka kepada Adam. Tapi, ia sadar pasti Adam tidak menyukainya. Adam benar-benar tipikal pria misterius yang tidak pernah memberitahukan tipe wanita idealnya.

Ketika Adam duduk dipinggir lapangan basket. Sorim sengaja duduk, beralasan tidak sengaja melihat Adam sambil memberikannya minum.

“Adam.” Adam menoleh ke sumber suara.

Adam bersikap cuek. Ia terus mengibas-ngibaskan tubuhnya yang kepanasan dengan seragamnya. Keringatnya mulai membasahi tubuhnya.

Sorim berjalan menghampiri Adam dan memberikan sebotol minuman isotonik.

“Tadi aku nggak sengaja lewat. Lalu, lihat kamu main basket, jadi aku belikan ini.” Sorim masih menyodorkan minum isotonik di depan wajah Adam.

Adam mengambil minuman tersebut.

“Thanks.” Adam membuka penutup botol lalu meminumnya.

Tidak ada obrolan di antara mereka berdua. Hening, hanya terdengar suara hembusan angin. Adam, yang merasakan tubuhnya mulai banyak mengeluarkan keringat. Tanpa pamit, meninggalkan Sorim menuju loker untuk mengganti seragamnya.

School Diary [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang