First Day in Amsterdam

15 4 0
                                    

Perjalanan melelahkan akhirnya terbayar sudah. Selama tujuh belas jam lebih lima belas menit, pesawat yang membawa penumpang dari Jakarta menuju Belanda, telah tiba di Bandara Schiphol di Kota Amsterdam.

Rombongan keluarga Adrian sudah keluar dari bandara dan berjalan menuju pintu keluar. Karena, sudah ada yang menjemput mereka. Rania yang sangat asing, kebingungan. Adam yang tahu kondisi Rania, memegang tangannya.

“Jangan jauh-jauh. Tetap seperti ini sampai keluar dari bandara,” ucap Adam yang berjalan sambil menggenggam tangan Rania.

Rania tersenyum dan lebih memilih memeluk lengan Adam. Adam yang tahu, membiarkan Rania memeluk lengannya sesuka hati.

“Keenan, hoe gaat het met jou?” (Keenan, apa kabar?) ucap salah satu pekerja di rumah keluarga besar Adrian.

“Erg aardig, Van Der stelt mijn vrouw voor, haar naam is Sofia en mijn twee tweelingen, Adam en Naira.” (Sangat baik, Van Der kenalkan ini istriku, namanya Sofia dan dua anak kembarku, Adam dan Naira.)

Tidak membuang waktu lama, akhirnya keluarga mereka masuk ke dalam mobil menuju rumah keluarga Adrian.

Kota Amsterdam sangat memanjakan kedua mata. Banyak orang berlalu-lalang menggunakan sepeda. Toko keju bertebaran di pinggir jalan. Ada pengamen yang ditemani hewan peliharaan. Hingga di setiap sudut bangunan, memiliki warna tersendiri.

Rania yang takjub, terus mengabadikan keindahan kota dengan kamera ponselnya. Saat melihat perahu kecil di atas sungai dan melewati bawah jembatan, membuat dirinya ingin naik perahu malam nanti.

“Ke sini ketika umur berapa, Rayyan?” tanya Pak Jusuf di dalam mobil.

“Sekitar usia sepuluh tahun. Itu juga lebaran ke rumah Pak Keenan. Tapi, nggak ada Naira,” ucap Rayyan.

“Waktu itu Naira ngambek, baru sampai langsung minta pulang. Gara-gara apa? Grup kesukaannya konser di Korea. Akhirnya dia pergi ke Korea di jemput sama Sorim,” sambung Sofia.

“Sendiri?” tanya Rayyan.

“Iya, nggak ngomong sama Adam. Takut dimarahi,” ledek Sofia. Kebiasaan ibunya yang selalu meledek Naira.

“Ish! Mama….” rengek Naira.

Sofia dan Adrian tertawa. Rayyan apalagi, tidak henti-hentinya menertawakan Naira karena lucu. Hanya gara-gara konser, sampai tidak bisa bertemu dengannya.

***

“Kenal Azka sejak kapan?” tanya Nandita, ibu Azka. Clara yang tidak tahu tanggal pasti, bingung menjawab.

“Lupa Tante,” jawab Clara.

“Jangan panggil Tante, panggil Mama. Lagipula, calonnya Azka harus terbiasa memanggil Mama.” Clara senyam-senyum sendiri. Pasalnya, dirinya baru jadian selama seminggu dengan Azka, tetapi sudah diperlakukan hangat oleh keluarga besar Azka.

“Ma, please,” ucap Azka. Dirinya tidak enak terhadap Clara. Ibunya dan Sofia kenapa heboh sendiri dengan percintaan anak-anaknya.

Selama kurang lebih empat puluh lima menit. Mobil yang membawa rombongan keluarga Adrian telah sampai di sebuah perumahan di Kota Amsterdam. Rumah yang dikelilingi oleh taman, berpagar warna hitam, memiliki ukuran rumah lumayan besar. Di depannya terdapat taman bunga mawar dan di sampingnya ada taman bunga tulip.

Keenan Atmadja Rudolf, selaku ayah Adrian menyambut hangat kedatangan anaknya bersama kedua cucunya.

Naira yang paling semangat langsung keluar dari mobil berlari ke dalam rumah kakeknya.

School Diary [On Going]Where stories live. Discover now