4

240 96 16
                                    

👑 🐻 👑

👑 🐻 👑

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌷🌷🌷

"Aduh, aku tidak bermaksud merepotkan harimu," kata Bora. "Di Seoul aku tidak punya teman dekat yang bisa kuajak melihat gaun pengantinku dan gedung pernikahan, Ibu bilang dia sudah meminta secara khusus agar kau bisa membantu mempersiapkan pernikahan ini."

Saat itu pukul sepuluh Rabu pagi dan Bora sudah datang, mengunjungi rumah Jungkook bukan sekedar untuk menjalin keakraban dengan calon adik ipar, melainkan merealisasikan bantuan yang pernah disetujui antara Sera dan Ibu mertuanya.

Pernikahannya dengan Jimin seharusnya dilangsungkan pada bulan Oktober, bertepatan pada ulang tahun Jimin yang ke-30, tetapi rencana itu diundur sampai Desember karena kesibukan Jimin yang menggunung.

"Jangan berpikir begitu, aku senang bisa membantu. Ibu tidak ikut?" tanya Sera, agak bingung mencari tema obrolan pada seseorang yang tidak begitu dikenalnya.

Keduanya tidak dekat, baru bertemu dua kali. Pertama saat makan malam di rumah Jimin lalu di pesta pernikahan. Ditambah lagi, sosok perempuan cantik di depan Sera ini adalah calon istri Jimin, pria yang telah membuatnya jatuh dan terluka dalam renjana yang tak bermuara.

"Ibu sedang sibuk mengurus undangan, sementara Jimin—astaga, aku tidak tahu dia dimana."

"Dia, Jimin, sangat sibuk?" tanya Sera, nyaris tidak menarik napas saat menyebut nama Jimin.

Sera dan Jimin tidak pernah bertemu lagi sejak sore itu, dari pertemuan terakhir itu dia merasa dirinya kelewat cemas untuk sekedar mengingat sosok Jimin dengan alasan apa pun. Sebegitu hebat dampak eksistensi Jimin terhadap psikisnya, Sera butuh waktu untuk dapat melihat Jimin dengan status yang seharusnya.

Jimin sebagai kakak ipar dan suami dari perempuan lain, dia tidak boleh melewati batasan itu.

"Jimin bukan cuma sibuk tapi terlalu sibuk. Aku sampai ragu, sebenarnya dia mau menikah atau tidak." Bora berkata, gelombang kekesalan yang memuakkan menyeruak dari dalam dirinya.

"Mana mungkin begitu," sahut Sera. "Jimin pria yang baik, tapi memang pekerjaannya banyak."

"Jangan memujinya, dia tidak sebaik yang kau pikirkan." Bora berkata, memperhatikan tangan Sera saling genggam kelewat erat. "Bukan ingin mematahkan penilaianmu, tapi jangan pernah mengangap seseorang kelewat baik kalau kau belum lama mengenalnya."

Ada keheningan ganjil menyelimuti meja di antara mereka, sampai Hayeon datang menyajikan teh dan makaron green tea untuk Bora.

"Hayeon, terima kasih." Bora berkata pada Hayeon sambil meminum tehnya. "Kalau lima menit lagi kita berangkat, apa kau keberatan, Sera?" tambahnya pada Sera.

"Tentu saja, tidak masalah. Aku hanya perlu ganti baju, tunggu sebentar."

Sera buru-buru naik ke lantai dua, ke kamarnya, di belakang Hayeon menyusul dan menawarkan bantuan. Awalnya Sera sungkan, tapi akhirnya dia meminta Hayeon memilihkan pakaian pantas. Mendadak dia gugup tanpa sebab, sampai tidak sanggup memilih pakaiannya sendiri.

Crimson AutumnWhere stories live. Discover now