KESEPULUH

11.9K 555 45
                                    

🛼🛼🛼






"Jangan ngelamun besty."

"Ah, lo kemarin aja ga mau nganggep gue," sindirnya kepada orang yang malah duduk di samping dirinya.

"Karena tadi lo udah bantuin gue buat bikin mantan sialan gue sakit hati, jadi mulai sekarang gue mau jadi besty lo, Fi."

"Dari kapan lo di sini?!" Fifi menelisik jangan-jangan dia mendengar semua racauannya tadi.

"Baru, kok." Fikri juga menatap arah pandangan Fifi tadi.

"Masih sakit?" tanya Fifi tiba-tiba.

Fikri menoleh cepat. "Apanya?" Dia akhirnya tahu arah omongan Fifi ke mana, langsung melindungi aset berharganya.

"Din di balik tembok itu ada apa, ya?" Tunjuk Fifi ke depan sana mengalihkan suasana.

"Pemungkiman orang Fi kenapa?"

Sudut bibir Fifi tertarik dalam. "Lo katanya besty gue kan?" tanya Fifi memastikan sekali lagi ke Udin tanpa menoleh.

"Iya, kenapa?" Perasaan Fikri tiba-tiba tidak enak.

"Ikut gue."

Fifi menarik lengan Udin membawanya ke depan tembok perbatasan itu. Fifi mendongak lumayan juga temboknya melebihi kepala dia.

"Din lo bersimpuh sekarang juga!"

"Ha? Apa sih Fi?" tanyanya tidak percaya.

Fifi yang greget pun langsung mengapai pundak Udin menekannya hingga Udin bersimpuh di bawah. Fifi berjalan ke belakang punggung Udin.

"Diam lo jangan ngintip." Fifi langsung menginjak pundak Udin begitu saja. Tangannya menempel ke tembok.

"Woi Fi yang bener aja lo!" protesnya mendongak, seenaknya saja main injak tubuhnya.

"Jangan dongak! Atau kepala lo yang gue injak mau!" Ancam Fifi tidak main-main, Udin pun langsung menunduk melihat tanah.

Tangan Fifi susah menggapai atas tembok ternyata masih terlalu tinggi untuknya. "Din lo diri sekarang temboknya ga sampai ini."

"Buat apa sih Fi, lo berat tau!"

"Ah, nanya mulu lo kayak ujian aja, cepat Udin!" Dengkul Fifi mendorong kepala Udin hingga maju ke depan.

Udin pasrah saja dia mendengus kasar, lalu berdiri sesuai perintah Fifi. Akhirnya tangan lentik Fifi bisa meraih tembok itu, ia berusaha naik ke atas. Jangan salah di dunianya dulu dia sering kabur lewat tembok rumahnya karena Om di dunianya dulu selalu melarang ini dan itu, menjadikan dia sebagai anak pembangkang.

Fifi duduk di pembatas tembok, melihat pemandangan di depan sana, perumahan elit ternyata.

"Fi turun, ah, nanti kalau lo jatuh gimana?" teriak Udin di bawah sana mendongak melihat Fifi di atas.

Fifi menjulurkan tangannya ke bawah. Udin menatap tangan itu dengan bingung.

"Ayo naik, daripada lo di bawah sendirian,"

"Ga mau gue ga bisa naik yang tinggi-tinggi gitu," tolaknya.

"Udin naik gak! Gue maksa cepet!"

"Gak mau!"

"KALIAN DI SANA MAU BOLOS, YA!" teriak Pak guru dari kejauhan yang melihat Fifi di atas tembok.

"Mampus lo Din, ayo buru naik!" paniknya melihat Udin dan Pak guru itu bergantian.

Udin yang panik pun tidak tahu berbuat apa langsung menggapai lengan Fifi di atas.

"Fi ini cara naiknya gimana?" Udin bingung sendiri tautan tangan mereka tidak terlepas.

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang