END

11.2K 354 95
                                    

✨✨✨

Telapak kakinya berpijak di tempat yang sudah tidak asing. Semilir angin yang menyambutnya pertama kali ketika ia sampai di sini. Mata almond eyes-nya bergulir ke arah depan. Ia membuntang melihat siapa yang tengah terduduk lemas di sana. Lantas langsung berlari memeluk kepala yang hampir terjatuh ke tanah. 

"Cici El kenapa!" tanya Fifi menatap Cici yang terdiam di depan pohon tumbang.

"Harusnya si mati, ya, karena belati beracun itu, cuma kan penawarnya udah ada di sini. Jadi, dia cuma tidur."

"Penawar?"

"Iya, lo penawarnya pulang sana, dia syok kayaknya karena tadi gue sempat geleng kepala, padahal cuma pegel kok dia nangis," ungkap Cici sambil meringis belum sempat menjelaskan El sudah keburu menyesali kesalahannya.

"Wah, ga beres lo, Ci! Ini gimana caranya gue balik, agar El cepat sadar."

"Huh, udah baik gue bantu sekarang malah ngatain," ucap Cici lantas ia berjalan ke arah pohon lalu menendangnya.

Cici menoleh ke arah dua makhluk di sana, mereka telah menghilang dari pandangannya.

Pohon Cici pun perlahan tumbuh kembali akibat darah El. Sebuah buku jatuh dari atas dahan rindang,  berada tepat di depan kakinya.

"Novel baru untuk El dan Fifi."

Cici malas membacanya, dia lebih milih mendiamkan buku itu di sana. Lagi pula perjalanan mereka pasti belum tertulis di sana, hanya wadah yang akan mereka tempati nanti.

"Akhirnya kebahagiaan datang juga di novel ini, walau ada beberapa novel yang hilang sebab pohon ini tumbang, tetapi tidak apa, biar ku tulis cerita yang baru dengan semua kebahagiaan yang ada."

"Novel yang hilang memang tidak bisa kembali, tetapi kebahagiaan lain pasti sudah menanti."

Cici tersenyum menatap hamparan hijau di rumahnya menjadi berwarna-warni sebab bunga semakin tumbuh akibat kebahagiaan yang mengalir di dalam dunia novel ini.

-

El terbatuk hebat dari tidurnya. Ia meraba pipinya yang berair lalu turun ke dadanya nan sesak.

"Apa ini semua nyata?"

"El," panggil Fifi diranjang Rumah Sakit, ia tengah menatap El sejak tadi.

El langsung terperanjat bangun menatap tidak percaya Fifi di sana. Ia mengucek matanya berkali-kali memfokuskan penglihatannya.

"Sini." Fifi terduduk di ranjang, kedua tangannya terulur pada El, meminta pemuda itu bergegas membawanya kedekapan.

El langsung mendekap Fifi dengan suka cita. Dibenaknya selalu bertanya-tanya apa ini semua mimpi. El menghujani dahi Fifi dengan kecupan.

"Ini semua tidak mimpi, dahimu hangat, Sayang," ungkapnya mengendurkan kepalanya sebentar menatap Fifi.

"Mana ada mimpi, ini sungguhan, aku rindu, El." Almond eyes itu kembali meloloskan cairan bening dari netranya.

El menangkup wajah Fifi, menghapus jejak air mata di dinding pipi dengan ibu jarinya lembut.

"Jangan nangis aku di sini." El menyandarkan dahinya dengan dahi Fifi. Ujung hidungnya yang menyentuh hidung Fifi menerpa harum tubuh El.

Tiba-tiba saja Fifi teringat sesuatu. Ia membenturkan dahinya dengan El kencang.

El kepalanya mundur ke belakang.

"Kamu kenapa, Sayang?" imbuh El sambil mengelus dahinya yang sakit.

Tangan El terulur ingin mengusap dahi Fifi yang memerah akibat tadi beradu dengan dahinya.

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Where stories live. Discover now