DUABELAS

9.8K 527 57
                                    

🍫🍫🍫





Aku mau tahan cerita ini harusnya sampai seminggu tapi tidak jadi😬


HAPPY READING GUYS💖

————————————————



Suara derit kapak yang beradu dengan aspal sungguh mengganggu gadis di depannya. Di belakang gadis itu ada seorang pria bertopeng mengejar—setiap langkah yang ia pijaki selalu diketahui.

Angin malam berembus menerpa kulitnya yang terekspos. Gadis cantik bergaun putih itu terus berlari tergesa-gesa tak kenal arah, gaun yang ia kenakan sudah kotor karena beberapa kali ia sempat terjatuh ke tanah menghindari serangan mendadak dari pria bertopeng itu. Langkah gadis itu membawanya ke taman belakang, berjalan melewati lorong yang pernah ia pijaki. Suara deru napas kian terdengar seiringan dengan irama degupan jantung, beberapa kali ia juga menoleh ke belakang untuk memastikan keadaan. Hingga langkahnya terhenti, ia terjebak di depan labirin yang menjulang melebihi atas kepalanya.

Suara itu kembali lagi di belakang dan benar saja pria berjas berlumuran darah itu tertawa tidak jauh darinya. Tidak ada cara lain akhirnya ia berlari ke labirin itu dengan diterangi cahaya bulan purnama, dia tidak tahu arah hanya mengikuti langkah kaki, rasa pusing menjalar karena frustrasi setiap laluannya sempat terblokir jalan buntu di depan. Dia menjambak rambutnya memikirkan jalan keluar dari labirin ini.

"Mau lari ke mana lagi kau?" ucap seseorang yang sudah tiba di belakang.

Gadis itu menoleh manusia bertopeng itu sudah di belakangnya, mengayunkan kapak ditangan yang sudah berlumur darah. Dia melangkah mundur dengan kaki bergetar punggungnya menabrak pembatas labirin di belakang. Mata gadis itu menjalar ke setiap arah dengan gelisah, masih adakah jalan keluar untuk dirinya pergi dari sini.

"Setiap detik sangat berharga," sambungnya lagi, dia berjalan mendekat menggapai pundak gadis itu mencengkeramnya hingga gadis di hadapannya berguncang hebat, Ia sempat tersenyum di balik topeng lantas langsung menghempaskannya ke tanah hingga gadis itu tersungkur.

Suara petir menggelegar bersamaan dengan kapak itu terangkat ke udara membawanya ke arah kepala gadis di depan, gadis itu matanya membola melihat ujung runcing kapak mengenai kulit kepalanya dan ....

"Arghhhhhhhh."

Fifi langsung terbangun dari tidur langsung terduduk di atas kasur, mengatur deru nafas, keringat dingin membanjiri tubuh. Ia lantas menjambak rambutnya kencang berusaha mengusir mimpi buruk itu lagi, setelah keberadaannya di dunia ini mimpi itu terus berulang di alam bawah sadarnya.

"Pergi, pergi, pergi," racaunya berkali kali.

"Bisa gila gue lama-lama." Ia menggigit kuku jarinya yang lentik untuk mengurangi kegugupan dalam mimpi itu.

Dia melirik jam sudah pukul 05.00 akhirnya dia lebih memilih beranjak dari tempat tidur untuk bersiap ke sekolah.

Setelah melakukan aktivitas paginya di kamar, Ia berjalan ke arah ruang makan dengan tampang lesu. Fifi sempat bertemu Ael di tangga, tetapi dia lebih memilih mengabaikannya dia tidak berminat ribut pagi-pagi.

Di meja makan sudah ada Al, Bimo dan tumben sekali ada El di rumahnya pagi ini, biasanya akan datang setelah ini. Fifi tidak memperdulikannya dia juga teman Al mungkin karena kita juga sekelas. Fifi lebih memilih duduk di tengah antara Al dan El, dia tidak menyapa semua orang dimeja, rasanya tenaga dia sudah habis termakan oleh mimpi buruk tadi.

Mereka sudah selesai makan melangkahkan kaki masing masing ke carport rumah. El berjalan dengan Fifi menuju motor yang sudah terparkir rapi di depan rumahnya. Tidak ada pembahasan apapun sampai mereka menaiki kendaraan beroda dua itu hingga sampai di parkiran sekolah.

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Where stories live. Discover now