TIGAPULUH

5K 265 18
                                    

🎳🎳🎳




Sepuluh tahun silam sebelum keluarga Bahri hancur.

Ketika pintu tua itu terbuka, terpampanglah pemandangan penyiksaan orang di depan. Dengan para cucunya yang duduk di pinggir ruangan, tengah menyaksikan kesegala brutalan ayahnya sendiri. Ayah mereka adalah penerus perusahan yang sekarang masih dijalankan kakeknya.

"Son, sudah cukup, apa kamu keasikan? Tidak melihat kedua cucuku sudah meringkuk ketakutan." Senyumnya dengan dagu terangkat sedikit.

Ayah yang masih menggenggam mayat di tangannya. Menoleh cepat ke anak kembarnya.

"Kalian berdua kenapa takut! Harusnya lihat dan pelajari, nanti di saat kalian beranjak dewasa, ini pekerjaan yang akan kalian lakukan pertama kali." Dia tertawa sambil mengusap noda merah di wajahnya akibat muncratan darah korban.

Anak kembar yang masih berusia 7 tahun tampak menatap ketakutan, dengan tangan mereka saling bergandengan. Menyalurkan rasa takutnya secara bersamaan.

Tangannya mengisyaratkan pengawal agar mendekat. "Pengawal bawa mereka pergi, nanti keburu istri dan menantuku pulang, yang ada mereka hanya bisa mengomel anak dan cucu kesayangannya, masih di sini." Bahri menyuruh pengawal segera mungkin.

Dan diangguki pengawal tersebut. Menggiring kedua anak manis itu keluar dari ruangan.

"Kenapa Ayah suruh mereka pergi, sih! Mereka baru datang, dan aku belum puas mempertontonkan adegan selanjutnya." Matanya mengunus kepergian putranya.

"Jangan ceroboh atau kau tidur diluar oleh istrimu." Bahri mengeluarkan rokok di sakunya, kemudian pengawal di samping menyalahkan pematik.

Rey mengangguk patuh, dia takut dengan istri tercintanya.

Rey mengambil handuk kecil yang diberikan pengawalnya, untuk membersihkan noda ditangan. "Jadi gimana Ayah? Apakah ada tikus lain yang bisa aku bunuh?"

"Ada satu, tetapi dia sahabatmu." Bahri memutar tubuhnya sambil mengepulkan asap rokok.

"Maksud Ayah? Rama? Dia kenapa?" tanyanya di belakang tubuh Bahri.

Bahri kepalanya memutar sedikit. "Ada sesuatu yang janggal dengan bisnisnya dan Ayah harap kamu bisa mencari tahunya sendiri." Ayah memilih pergi untuk bertemu kembali dengan istrinya.

Akibat terus menerus dipertontonkan hal yang tidak pada semestinya di usia dini. Sifat mereka berdua susah di kontrol. Al memiliki temperamental terhadap emosinya dia akan melampiaskan kebawahan sang Ayah. Kalau kembarannya? Entah lah, dia lebih suka menyiksa binatang. Memberi makan binatang buas dengan potongan daging manusia yang telah di cabik Ayah dan kakeknya. Semua itu sungguh kepuasan bagi mereka berdua, Ayah dan kakeknya melarang mereka berdua menyentuh belati sebelum umur 18 tahun, itu aturan tidak tertulis secara turun temurun dari keluarga Bahri.

Ketika mereka berdua sudah menginjak usia matang semua ahli waris akan diserahkan ke mereka berdua. Terutama cucu kesayangannya, kembaran Al.

Al tidak mempermasalahkan itu, yang penting kepuasan akan melihat darah bercucuran dari kulit manusia bisa tercapai. Mereka berdua haus akan melihat darah manusia. Semua itu si kembar lampiaskan terlebih dahulu kesuatu hal yang kecil, sebelum usianya beranjak legal untuk melakukan itu semua. Tidak ada salahnya kan? Mencoba dari yang terkecil dulu baru memotong tubuh manusia itu bukan hal yang sulit. Semua keonaran itu sangat dirahasiakan dari publik, hanya para sahabatnya yang tahu karena mereka sama sepertinya.

Sifat mereka berempat ini sangat ditentang oleh Nenek dan Mama, karena bagaimanapun mereka ingin anak dan cucunya bersifat normal seperti anak pada umumnya. Mereka diam-diam selalu membawa si kembar ke psikiater menyembuhkan mental mereka yang sempat terguncang, tetapi lagi-lagi suami mereka mempertontonkan hal tidak wajar itu secara berulang. Hasilnya Al dan kembarannya harus minum obat secara berkala dan terapi untuk kesembuhan mereka masing-masing.

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Where stories live. Discover now