TIGAPULUH TUJUH

4.3K 261 10
                                    

🎢🎢🎢

Ketegangan itu masih terjadi, Fifi wajahnya sudah berkeringat. Apa dia harus bilang sekarang, tetapi pasti percuma di sini tidak ada orang yang bisa dipercaya. Ia menekan ruas-ruas jarinya sampai menimbulkan bunyi kretek.

Jempol El meraih dagu Fifi agar dia tetap fokus kepadanya. "Tangannya jangan digituin nanti sakit."

"Jawab maksud kamu apa bukan Fifi?" El menatapnya lekat-lekat.

Fifi memilih menoleh ke samping. "Percuma walaupun gue bicara, lo tetap ga akan percaya,"

"Coba kamu cerita dulu, kalau kamu ga cerita mana aku tau bisa percaya atau tidak?"

Fifi berfikir sejenak entah apa yang akan terjadi kalau dia berbicara ini kepada El, apa ini akan mempercepat kematiannya atau tidak berimbas kepada apapun.

Ia menghela nafas panjang sebelum menceritakan semuanya.
Akhirnya Fifi menjelaskan semua kepada El, dari awal dia datang menjalani kehidupan berpura-pura sebagai Fifi di sini hingga sekarang.

Sorot mata El tidak bisa terbaca, hanya mata yang diliputi misteri di sana.

Rahangnya terkatup mendengar itu semua. Ilusi apa yang sedang dipakai Fifi untuk mempengaruhinya.

"Dongeng macam apa itu? Mana ada dunia novel?"

Fifi menghela nafas, sudah ia duga ucapan itulah yang akan dilontarkan mereka kalau mendengar penjelasan ini darinya. Dongeng katanya bahkan dunia ini saja dunia novel.

"Sudah gue bilang lo ga bakal percaya,"

"Terus Fifiku ke mana!" bentak El dengan suara meninggi.

El menatapnya dengan sorot mata terluka. Fifi tidak tahu harus menjawab apa, di mana Fifi asli pun dia tidak tahu.

Fifi hanya mampu menggeleng lemah.

El langsung menerjang leher Fifi hingga membuatnya kesusahan untuk bernafas. Kepala Fifi sampai terbentur sofa.

"Ke mana kau ambil Fifiku!" Sorot mata sendu itu berubah menjadi tajam dan menusuk.

El tidak mau percaya, tetapi semua bukti mengarah ke sana, dari semua sikap, gaya jalan, berbicara semua berubah. Mana lagi yang tidak bisa El percaya.

Fifi berontak menahan sesak akibat El mencekal rahangnya begitu kuat.

Akhirnya El melepaskan cekalan itu dan memilih mundur.

Fifi meraup udara di sekitar dengan rakus, terbatuk hebat akibat ulah El. Ia menatap El nanar, kejam sekali dia.

"Kau lebih baik pergi dari sini, sebelum ada hal yang lebih jauh terjadi padamu." El enggan menatap Fifi di samping, memilih melihat ke depan dengan ekspresi kosong.

"Ini semua juga bukan gue yang mau, kalau gue punya pilihan untuk menolak, gue juga bakal nolak pindah keraga orang lain yang sama sekali gak gue inginkan!" Fifi masih mengatur deru nafasnya dengan menyentuh rasa sakit di rahangnya.

"Lo boleh minta pertanggung jawaban dengan author lo di sini, bukan dengan gue! Yang dipaksa masuk ke dalam novel anta berantah!" Dengan wajah berkeringat ia terus menatap El di depan.

Fifi menggeleng perlahan. "Gue juga ga mau di sini, El," ungkap Fifi apa adanya, karena memang itu semua betul apa yang ia rasakan sekarang.

Ucapan itu sontak membuat El menundukan kepalanya dalam. Dia sangat kecewa ternyata selama ini
cintanya bukan terbalas oleh Fifi asli, tetapi dengan orang lain di raganya.

"Pergi," usir El sekali lagi.

Fifi berdiri dari duduknya, merapikan penampilannya kembali.

"Gue emang ga bisa mastiin Fifi asli bakal kembali, tapi gue yakin sehabis masalah ini selesai, semoga lo bahagia dengan siapapun itu di dunia novel ini, El."

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Where stories live. Discover now