LIMA BELAS

8.7K 437 35
                                    

⚾️⚾️⚾️






Setelah berganti pakaian menjadi seragam olahraga, Fifi berjalan menuju lapangan outdoor sekolah ini yang sangat luas di sana sudah ada para teman sekelasnya sedang pemanasan, ia langsung memasuki barisan paling belakang agar tidak ketahuan guru yang sedang memperagakan gerakan di depan. Terik panas matahari pagi hari ini sungguh membakar kulitnya menjadi kemerahan.

Fifi yang tengah mengusap peluh keringat yang membanjiri dahinya agak menunduk sedikit agar mengurangi sinar terik di atas kepalanya, tetapi tiba-tiba saja dia tidak merasakan apapun. Dia menegakkan kembali kepalanya, melihat di sana ada El berdiri di depannya.

"Eh, El ini kan barisan perempuan." Ia menarik seragam olahraga El di depan.

El menoleh ke belakang dengan mata menyipit, menarik pergelangan tangan Fifi agar lebih mendekat kepadanya. "Lo ga tahan panas, biarin gue di sini." Setelah itu dia kembali menghadap ke depan.

Fifi mengerjap mencerna ucapan El barusan dia melindunginya? Dari terik matahari, tubuhnya yang menjulang sepenuhnya menutupi Fifi di belakang. Dia bersembunyi di balik punggung itu, hidung Fifi dimanjakan oleh parfum maskulin El. Dia menipiskan bibir menahan senyum, lebih memilih membuang muka ke samping.

Guru olahraga itu membawa kita ke lapangan khusus di sebelahnya—lapangan bisbol berbentuk bujur sangkar (baseball diamond) dengan base yang terletak ditiga sudut. Mereka semua dibagi menjadi 9 orang pertim, anak perempuan bermain terlebih dahulu, anak lelaki dipersilakan menduduki tribun di pinggir lapangan.

"Anak-anak Bapak akan menjelaskan peraturan bermain bisbol, karena ini praktek pengambilan nilai jadi kalian harus bersungguh-sungguh," cakap Pak guru olahraga itu.

Pak guru di depan sedang menjelaskan cara bermain bisbol semua murid memperhatikan dengan saksama penjelasan guru itu. Fifi tersenyum bangga ini adalah hobi Fifi di dunianya dulu, penghilang penat dan stres dia alihkan dengan hobi bermain bisbol. Sekarang dia akan menunjukan keunggulan dalam permainan ini. Memukul dan melempar bola adalah satu hal keahliannya untuk seorang dia di dunianya dulu.

Semuanya sudah mendapatkan grup pertim masing-masing, Mia menjadi rivalnya. Tim Mia bermain duluan, sebelum itu dia sempat bersinggungan dengan Fifi.

"Pukul yang bener, jangan sampai pukul kepala orang lagi kayak dulu," bisiknya di samping telinga Fifi sambil terkekeh mengejek.

Fifi mengerutkan dahinya samar saat Mia berjalan melewatinya begitu saja.

Semua sudah berada di bagiannya masing-masing. Ketika tim yang menyerang mendapat giliran memukul, tim yang bertahan melemparkan bola dengan sekencang mungkin agar bola tidak dapat dipukul.

Permainan berlangsung sengit, sekarang waktunya Mia menjadi pemukul. Fifi menjadi pitcher (pelempar) kaki Fifi melangkah menginjak marka dari karet bernama pitcher rubber yang berada di atas mound, yang mana harus diinjak oleh pitcher pada saat melempar bola. Fifi mengangguk memberi kode kepada penangkap mengenai strategi yang harus diambil menghadapi pemukul.

Bola itu dilempar ke arah strike zone, Mia mengayunkan tongkatnya dan strike teriakan dari wasit. Suara bola beradu dengan sarung tangan penangkap begitu keras, Mia tidak berhasil memukul bola tersebut hingga tiga kali, out. Senyum miring terbit dari Fifi di depan. Pemukul yang mati harus keluar dari lapangan.

Mia sempat melirik dengan wajah dongkol, bibir Fifi bergerak tanpa mengeluarkan suara. "Loser." Dengan senyum mengejek.

Half inning (setengah babak) dinyatakan selesai dan tim yang melempar menjadi tim pemukul. Sekarang waktunya tim Fifi bermain. Waktu terus berlalu akhirnya sekarang giliran Fifi untuk memukul.

Tunanganku? Oh, bukan! [END]Where stories live. Discover now