►wake up

548 51 4
                                    

Tersengal-sengal, ketika kakinya terus menerus berlari tanpa henti, berlari dalam lorong yang panjang. sepanjang harapan orang tua, ketika mata (e/c)  melihat cahaya di ujung ruang, ia berharap bahwa itu adalah akhir dirinya berlari ini. Namun, saat ketika kakinya hampir mencapainya, tusukan katana mengenai jantungnya.

"karna kau, semuanya mati..."

"hah!" kejut si gadis,  (name), memandang sekitarnya. Tangan nya bergerak menyetuh dimana jantung berdegung kencang, memompa oksigen yang keluar masuk dari jalur tenggorokan, (e/c) hanya memandang sekitar sedikit ketakutan.

Menyisakan rasa ketakutan yang mendalam, benturan pintu yang bergeser mengahlikan pandangan (name), lelaki jakun yang ia cintai berdiri tengan rasa yang sama. Rasa ketakutan yang mendalam.

Pelukan hangat diberikan oleh ayato sendiri,  lelaki itu terus menerus membisikan, "kau aman, sayang. Kau aman." erat sekali pelukan itu. Rasa khawatir diantaranya tersampaikan.

Ayato, takut sang terkasih pergi meninggalkannya.

(name), takut akan kematian itu sendiri.

Walau hanya sesaat di saat itu, kasih sayang satu sama lain tersampaikan, (name) juga memeluk tak kalah kuat.

Kecupan di dahi diberikan oleh ayato untuk (name), "kau tak apa?" tanya khawatiran lolos. Namun si hawa malah bercanda disaat itu. Tolol memang, untung hampir jadi mayat, coba beneran masih bisa kagak becanda🗿

"kau menanyakan itu, seharusnya kau sudah tau kondisini ku yang parah seperti ini."

Tidak salah, karna sebetulnya tubuh (name) dipenuhi perban yang banyak, terlebih lagi dengan bagian dadanya yang dipenuhi kain yang darahnya banyak, salah satu mata si gadis juga sekarang buta.

"aku tetap mencintaimu, walau buta. Kau jadi semakin cantik loh?"

"duh, gombal ajaran siapa pula itu."

"thoma."

Keduanya tertawa, melupakan semua ketakutan tadi yang menyesakkan di hati.

Bahagia sekali ya~


Hari-hari berlalu, walau tak terlalu parah. Namun secara mental (name) semakin sakit, makan saja tak mau, sukarelawan ayato menyewa 2 pelayan khusus (name), merawat jelita yang sulit diajak bicara.

Walau pun (name) makan itu pun yang dilakukannya hanya sesendok saja, lalu tak lagi makan selama seharian. Meminum air dengan tangan bergetar setiap memegang cangkirnya.

Kondisinya terlalu memprahatikan, tatapan kosong dengan penuh ketakutan. Setiap bendengar suara benturan benda yang kuat, (name) dengan reflek menatap melotot asal suara itu sendiri, masih diposisi yang sama, diatas futon.

Ayato hanya menghela nafas, semakin takut akan kekhawatirannya, pernah ia bertanya;

"(nickname)," panggilan kecil yang biasa digunakan ayato jika ia menginginkan sesuatu dari sang kekasih, "sepertinya kau sering bermimpi buruk? Memang, apa yang kau mimpikan?"

Hanya diamnya sang wanita, walau sebentar, "aku berlari di dalam lorong yang gelap. Setiap aku mencoba menghindar pedang-pedang nan tajam itu, aku semakin takut, takut apa dan siapa yang melakukannya. Terkadang suara yang membesarkanku dulu terus berbunyi, seolah marah jika aku tak mati." diam sebentar, (name) memeluk dirinya sendiri menyembunyikan wajahnya yang pucat. "ada dua suara dalam mimpi itu, 'matilah, matilah, engkau dilahirkan hanya untuk menjadi hartaku' dan suara satu-nya 'karna kau, semuanya mati...'"

Hanya mendengar suara parau (name), ayato sesak. Sakit rasanya, sedih menjadi rasa utama dalam sesak dalam dada.

"(nickname) tak terpikir suara siapa itu?" ayato mendekati mengusap punggung terkasih yang terbalut perban saja, tanpa busana untuk bagian dada dan perut.

Meng-babu; Kamisato AyatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang