Chapter 40

744 78 23
                                    

Halo...

Beberapa hari terakhir author gak update, hehe maaf ya soalnya pas author mau nulis moodnya selalu turun atau gak ada tugas yang menanti 🥲.

Sejujurnya banyak ide di kepala author untuk kelanjutan cerita ini, tapi setiap author mau tulis susah banget nuangin kata-kata buat di tulis, padahal kalau lancar yah author mungkin bisa update lebih cepat.

Oh ya ini sudah masuk puncak konflik, dikit lagi bakalan tamat😁.

Tapi author gak tahu bakal tamat di chapter berapa, target author sih antara chapter lima puluh atau kurang dari itu.

Tapi gak tahu pastinya sih, kalau ada ide tambahan mungkin bisa lebih dari 50 chapter. Tapi semoga saja enggak sih wkwkwkwk.

Okey sampai segini dulu bacotan author.

Semoga kalian suka dengan chapter kali ini.

Jika kalian suka jangan lupa buat vote dan komen biar author makin semangat okey😁.

Happy reading semuanya!!!
----------------------------------------------------------
-------------------------
----------------------------------------------------------

Hujan sudah berhenti sejak tadi, matahari bahkan sudah kembali bersinar dengan terang. Setelah hujan berhenti suasana di sekitar menjadi sejuk, beberapa tetes air hujan yang masih tersisa di dedaunan pohon jatuh saat angin berhembus.

Namun Solar masih tetap berada di sekitar pemakaman, dia berada di sana mengobrol banyak dengan makam neneknya.

Tatapan matanya terlihat hampa, dia mendongak menatap ke arah langit yang sudah kembali cerah. Mungkin sekarang sudah sore, namun Solar tidak peduli.

Perlahan dia berdiri usai duduk di tanah begitu lama, dia menatap ke arah makam neneknya sambil bergumam pelan, "Aku pergi dulu Nek, nanti aku bakalan kembali lagi." gumamnya sebelum berjalan meninggalkan area pemakaman.

Di jalan Solar mengabaikan tatapan heran dari orang-orang yang menatapnya, bagaimana tidak kondisi Solar benar-benar sangat kacau. Seluruh baju yang melekat di tubuhnya masih terlihat lembab, jangan lupakan surainya juga terlihat masih basah. Apalagi dengan tatapan kosong setiap kali dia berjalan, tak ada senyum yang terlukis di wajahnya bahkan terlihat jelas bahwa wajah Solar pucat.

Tubuh Solar sedikit oleng, sepertinya dia terlalu lama berada di bawah hujan, tanpa sengaja dia menabrak seseorang.

Membuat dirinya dan orang yang dia tabrak jatuh.

Solar segera berdiri lantas mengulurkan tangannya ke depan orang yang dia tabrak, "Maafkan aku, mari aku bantu kau berdiri." ujar Solar dengan nada datar.

Namun seketika tatapan mata yang semula kosong dan hampa itu terlihat sedikit berbinar kala menatap orang yang dia tabrak, "Astaga Sopan, itu kau. Maafkan aku, sini ku bantu berdiri." Solar menarik tangan Sopan lalu membantunya berdiri, Sopan sedikit terkekeh sambil membersihkan celananya yang kotor.

"Haha kita sudah bertabrakan dua kali bukan, Kak." kata Sopan sambil tersenyum membuat Solar ikut mengulas senyum miliknya.

"Oh ya, apa Kakak habis mandi hujan kenapa baju Kakak terlihat lembab, apalagi kondisi Kakak terlihat kacau. Apa ada masalah?" Sopan bertanya dengan khawatir.

Solar terpaku melihat kekhawatiran Sopan padanya, rasanya dia ingin menangis. Sekali ini saja bolehkan dia menumpahkan rasa sedihnya ke orang lain.

"Sopan...." panggil Solar sangat lirih, sebelum menjatuhkan kepalanya pada bahu Sopan. Membuat sang empu sedikit terkejut namun tak menolak, dia mengusap punggung Solar lembut.

Do I Have The Right To Be Happy? [ End ]Where stories live. Discover now