Chapter 43

805 81 29
                                    

Chapter kali ini kebanyakan fokus di cerita Beliung dan yang lain, Solar muncul pas bagian akhir doang hehe.

Oh ya bagaimana tanggapan kalian soal chapter kali ini, author mau tahu hehe.

Semangat buat membaca cerita ini ke depannya, jangan lupa siap stok tisu dan kesabaran yang banyak😁

Sekian dari author.

Selamat membaca semuanya!!!
----------------------------------------------------------
-------------------------
----------------------------------------------------------

Setelah beberapa saat suasana hening melanda, akhirnya Solar memutuskan pamit untuk pulang, tidak ada alasan lagi baginya untuk berlama-lama di sini.

"Kalau begitu aku pulang dulu ya Kak, terima kasih telah menolongku." Solar membungkukkan sedikit badannya berterima kasih pada Beliung yang nampak terdiam.

Sebelum Solar pergi, Beliung langsung menahan tangan Solar membuat sang empu menoleh menatapnya.

"Kakak paham jika kau menolak kemoterapi yang Kakak tawarkan, tapi boleh ku minta satu hal. Tolong terima obat pereda sakit ini, setidaknya ini akan membantumu jika penyakit mu kambuh. Ku mohon agar kau mau menerima nya, jika tidak aku merasa gagal menjadi seorang dokter." ujar Beliung sambil menyerahkan sebotol obat.

Solar nampak terdiam, lalu menatap ke arah tangannya yang sudah ada sebotol obat yang Beliung kasih, yah tidak ada salahnya juga menerima hal ini. Bukankah akan membantu Solar saat sakitnya kumat kembali.

"Jangan lupa untuk makan dulu sebelum minum obat ini, dan ku harap kau meminumnya sesuai dosis yang sudah ku tuliskan." lanjut Beliung.

"Terima kasih banyak atas bantuan dan kebaikan Kakak, kalau begitu aku pergi dulu ya." ujar Solar lalu melambaikan tangannya, sebelum keluar dari ruangan Beliung.

Beliung terduduk di kursi kerjanya, dia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit ruang kerjanya.

Setelah kepergian Solar, air matanya tak terasa kembali menetes. Beliung menangis terisak, dia memukul dadanya yang terasa sesak. Tatapan matanya beralih pada figura foto para saudaranya dengan dirinya, lalu dengan gemetar Beliung mengambil foto itu. Air matanya makin meleleh saat menatap seseorang yang ada di dalam foto itu, Beliung menangis kembali. Air matanya berjatuhan mengenai bingkai kaca yang menjadi pelindung foto dirinya dan saudara-saudara nya.

Beliung mulai bergumam pelan dengan air mata yang terus mengalir, "Maaf...maaf....maaf...aku sungguh minta maaf...." isak Beliung, dia mengusapi salah satu wajah yang ada dalam foto itu. Melihatnya membuat dada Beliung kembali sesak, dia langsung berdiri lalu menghapus air matanya.

Dia ingin pulang sekarang menemui adiknya, beruntungnya shift nya sudah selesai hari ini.

Setelah selesai membereskan barang-barangnya Beliung langsung melangkahkan kakinya menuju parkiran rumah sakit, setelahnya Beliung langsung masuk ke dalam mobilnya. Dia menginjak pedal gas dan mengemudikan mobil miliknya hingga akhirnya dirinya tiba di sebuah rumah besar bertingkat dua, rumahnya bersama para saudaranya.

Beliung langsung tergesa-gesa masuk tanpa peduli bahwa dia tidak memarkirkan mobilnya dengan benar.

Dia berlari masuk, lalu membuka pintu rumahnya dengan sangat kuat. Membuat adik keduanya yang tengah mengambil cemilan di bawah terkejut.

"Astaga Kak Bel, kalau mau buka pintu pelan-pelan dong gak perlu di banting. Hampir saja ku kira maling yang masuk." kata adiknya itu, dia menatap ke arah keadaan Beliung yang tampak kacau, keningnya mengkerut. Heran dengan keadaan kakaknya itu, dapat dia lihat ada jejak bekas air mata di pipi Beliung, membuatnya seketika panik.

Do I Have The Right To Be Happy? [ End ]Where stories live. Discover now