Différent ; 8. A Little Painful Story From the Past

1.1K 196 17
                                    

HAPPY READING

Kapan terakhir kali Rora menyentuh buku-bukunya? Ruang belajarnya terlihat usang di matanya. Seingatnya, dia tidak pernah meninggalkan kata 'belajar' bahkan dalam hal genting sekalipun.

Menarik napas panjang, Rora menarik kursi lalu duduk di sana. Dia sedikit mengusap debu yang tertangkap oleh matanya. Atau sesekali akan meniup debu tersebut.

Tatapannya tertuju pada satu buku dengan sampul mencolok. Rora mengambil buku tersebut. Seingatnya, dia tidak punya buku dengan warna kuning cerah seperti ini.

"Ini buku siapa?" Rora bergumam. Dalam hati bertanya-tanya siapa pemilik buku tersebut.

"Apa ini milik Hyein?"

Rora menggeleng. Sepertinya tidak mungkin jika buku dengan sampul cerah itu milik temannya. Tak mau ambil pusing, Rora meletakkan kembali buku itu di atas meja. Nanti akan dia tanyakan pada Canny, bisa saja adiknya itu lupa menaruhnya di sana.

"Baiklah, mari kita mulai sesi belajarnya dari ini," Rora mengambil buku astronomi yang sempat ia beli kemarin.

Dengan senyum lebar, dibukanya buku itu. Pada halaman pertama, Rora mendapati tulisan teori-teori dari beberapa ilmuwan mengenai alam semesta.

Rora mulai membaca dengan semangat. Sangking semangatnya, senyum itu masih belum luntur. Sesekali dia akan mengangguk saat otaknya dapat mencerna penjelasan.

Hingga tatapannya kembali jatuh pada buku dengan sampul mencolok, Rora menghentikan acara membacanya dan kembali meraih buku kuning itu.

Rora memandanginya, ingin rasanya membuka dan sedikit mengintip isi didalamnya. Tapi Rora takut jika buku itu milik Canny. Gadis itu sangat sensitif mengenai isi bukunya. Rora menggeleng. Itu bukan ide bagus.

Cklek

"Dain,"

Rora menoleh dan mendapati Canny yang mengintip dari balik pintu.

"Canny? Masuk saja."

Mendapat persetujuan dari si pemilik kamar, Canny lantas masuk dan duduk di ranjang sang kakak.

Rora mendekat pada sang adik. Ikut mendudukkan dirinya di samping Canny yang terlihat sibuk mengedarkan pandangannya pada isi kamarnya.

"Ada apa?" Rora bertanya dengan sedikit penasaran. Pasalnya, Canny sempat tidur tadi saat ia hendak menjenguk.

"Tidak. Aku menunggu Dain di kamar tadi, tapi kamu tidak ke kamar ku. Jadi aku menyusul mu saja ke sini." ucap Canny dengan senyum lebar. Dia lantas memeluk sang kakak erat, sempat tadi tidurnya kurang nyaman dan terkesan tak senyaman semalam saat bersama Rora.

Mendengar itu, Rora tertawa. Dia lantas membalas pelukan sang adik dan menjatuhkan tubuh keduanya pada ranjang. Rasa nyaman itu ikut menyelimuti Rora. Canny memang tidak akan pernah berubah sampai kapanpun.

"Bagaimana keadaan mu? Apa sudah lebih baik?" Rora bertanya dengan tangan yang sibuk mengelus rambut Canny.

"Jauh lebih baik. Terimakasih, semalam kamu memeluk ku dengan erat. Aku merasa sangat nyaman."

Rora meringis mendengar jawaban itu. Tidak sadarkah Canny, jika dia yang memeluk Rora tanpa berniat memberi celah untuk bernapas? Rora bahkan baru bisa bernapas lega pagi tadi.

"Aish, kamu yang memelukku sampai aku tidak bisa bergerak. Bisa-bisanya menuduh ku."

"Jangan bohong!" Canny melotot, tidak mungkin dirinya yang memeluk Rora. Tadi pagi dia merasa ada tangan yang memeluknya erat.

Différent [✓]Where stories live. Discover now