Différent ; 50. Ending But Not Last

658 129 44
                                    

HAPPY READING

Suara air dari kran wastafel terdengar dari kamar. Langit masih gelap, matahari pun belum ingin menunjukkan sinarnya, tapi suara air itu sudah ada sejak 15 menit yang lalu.

Rora kembali memejam saat rasa pusing kembali ia rasakan. Kedua tangannya menumpu pada sisi wastafel untuk menyangga tubuhnya yang terasa lemas bukan main.

"Astaga, berhentilah."

Suaranya lirih, ia kembali membuka mata dan segera menadah air untuk ia usapkan pada hidungnya. Cairan merah yang sejak 15 menit lalu keluar dari hidungnya itu membuat air yang menyumbat pada wastafel ikut keruh.

Kurang lebih 10 menit kemudian, Rora baru bisa menghela napas lega saat tidak ada lagi darah yang keluar dari hidungnya. Rora kembali berbaring di atas ranjang, berniat ingin kembali menjemput mimpi namun urung saat rasa kantuk tak lagi ia rasakan.

Jika sudah seperti ini, obat yang tepat adalah dengan belajar sampai pagi. Rora beranjak dari ranjang menuju meja belajarnya, dan mulailah dia untuk melakukan belajar dadakan.

Setelah menangis sesenggukan semalam, Rora kembali ke kamar tanpa ada niat untuk menjenguk sang adik di kamar sebelahnya-- kamar Canny. Ia lebih memilih mengurung diri bahkan tak memberikan kesempatan pada Rami dan Asa untuk meminta maaf.

Bukan berniat jahat, Rora sangat ingin melihat kondisi Canny semalam bahkan sampai sekarang. Tapi ia hanya takut, bagaimana reaksi sang ibu yang semalam sedang menemani Canny? Apakah Jisoo juga akan mendiamkannya seperti yang Asa lakukan? Atau ikut menyalahkan dirinya seperti yang Rami lakukan?

Ada banyak ketakutan yang ia simpan semalaman, yang berakhir membuatnya tak bisa tidur dan justru berakhir mimisan. Rora melewatkan makan malam dan itu berarti dia melewatkan jadwal minum obat, membuat tubuhnya terasa lemas dan lelah bukan main.

"Haish!"

Perasaan sesak kembali menyeruak, niat hati ingin mengesampingkan rasa sakitnya dengan belajar justru malah semakin pusing.

"Apa yang harus aku lakukan?"

Rora merebahkan kepalanya di atas meja belajar, netra-nya menatap pada bingkai foto di ujung meja-- foto dirinya dan Canny, yang mereka ambil saat Canny baru masuk Junior High School.

Senyum kecil terpatri di bibirnya, Canny di foto itu sangat menggemaskan. Tentu, adiknya akan selalu menjadi yang terlucu.

"Maafkan aku, ya. Karena ku, kamu jadi sakit."

Rora tahu jika semua yang Canny alami bukan karenanya. Trauma yang dialami oleh sang adik adalah penyebabnya. Tapi kembali lagi, keluarganya tentu secara tak langsung telah menyalahkan dirinya karena telah menjadi penyebab trauma itu kembali. Setidaknya, itu yang ada di dalam pikirannya.

Padahal jika dinilai dari sisi Asa ataupun Ahyeon, tidak ada sama sekali dari mereka yang menyalahkan Rora atas apa yang Canny alami. Mereka hanya khawatir, dan sialnya rasa khawatir itu terlalu larut hingga berubah menjadi rasa kecewa.

Asa kecewa, Ahyeon kecewa, begitupun dengan Jaehyun yang sekarang mungkin sedang dilanda hujan kesedihan sampai banjir.

Pada dasarnya, memarahi Rora bukanlah jalan yang mereka pilih, awalnya. Rasa khawatir yang awalnya tertuju untuk Rora karena mendengar jika gadis itu mendapat perundungan, langsung berubah menjadi rasa kecewa saat melihat tubuh Canny yang ambruk dengan napas yang tersengal.

Rasa kecewa yang mereka maksud adalah karena berpikir jika Rora tidak mempercayai mereka. Rora seolah memendam semuanya sendiri, rasanya seperti keluarganya tidak lagi berguna baginya.

Différent [✓]Where stories live. Discover now