Différent ; 19. A Beginning of Discomfort

882 150 15
                                    

HAPPY READING

Seperti yang sudah Rora tebak sebelumnya, Canny kini benar-benar mengalami demam tinggi. Pagi ini, saat dirinya hendak melihat kondisi Canny, adiknya itu sudah dalam keadaan berkeringat banyak dengan suhu tubuh yang cukup panas. Membuatnya kelimpungan dan berakhir memanggil satu-persatu kakak-kakaknya yang sedang bersiap untuk pergi ke sekolah dan ke kampus.

Jaehyun dan Jisoo sedang dalam perjalanan menuju mansion. Keduanya telah selesai dengan urusan bisnis di Kanada, meskipun kepulangan mereka tanpa membawa anak sulungnya, Ruka.

"Rora, ayo kita berangkat sekarang. Sebentar lagi mama dan papa akan sampai, jangan terlalu khawatir." tegur Pharita pada Rora yang masih setia menemani Canny di samping ranjang di bungsu.

"Bagaimana dengan Canny?" tanya Rora khawatir. Pasalnya, tidak akan ada orang di rumah selain para maid. Sedangkan Canny yang sedang sakit tidak mungkin pergi ke sekolah, membuatnya bimbang jika harus meninggalkan adiknya itu sendiri.

"Asa ada kelas siang, dia yang akan menjaga Canny. Sekarang ayo kita berangkat, kamu bisa terlambat."

Setelah berpikir keras, akhirnya Rora mengangguk menyetujui. Ia beranjak dari sana setelah mencium kening sang adik yang tertidur karena efek obat tidur dari paracetamol.

Mansion pada akhirnya sepi karena anak-anak Jung telah pergi ke kegiatan mereka masing-masing. Bersyukurlah karena Asa yang memiliki jadwal kelas siang dapat menemani Canny yang sedang sakit sementara waktu. Sembari menunggu orang tua mereka sampai di rumah dengan selamat.

"Haish, kenapa Seoul selalu saja macet? Tidak bisakah mereka mengerti jika kita sedang terburu-buru?" Pharita berdecak kesal ketika mobil yang mereka tumpangi terpaksa harus berhenti karena macet.

Seperti yang dikatakan Pharita beberapa waktu lalu, mereka kini benar-benar terjebak macet. Meskipun waktu masih bisa dibilang terlalu pagi, tapi Pharita tidak ingin Rora dihukum karena terlambat masuk kelas. Netherland benar-benar jauh, meskipun kecepatan yang ia gunakan di atas rata-rata sekalipun.

"Kakak, santai saja. Ini masih pagi, aku tidak terlalu dikejar waktu." ucap Rora. Ia kembali terkejut ketika Pharita menancap pedal gas saat jalanan didepan mereka cukup lenggang.

"Aku yakin sedang tidak ada kecelakaan, tapi kenapa orang-orang selalu membuat keributan?" Pharita menatap kesal pada orang mabuk di seberang jalan, yang kemungkinan besar menjadi penyebab utama macet. Lalu ia menatap Rora sekilas sebelum kembali berucap.

"Asa bilang, kamu sedang dalam pembelajaran private untuk mengikuti olimpiade bulan depan. Bukankah jam belajar mu semakin padat?" tanya Pharita yang mendapat anggukan dari Rora.

"Hm,"

"Berarti, kamu tidak ikut menghadiri acara wisuda kakak besar?"

Rora menarik napas dalam, pembicaraan ini... Rora lebih memilih menatap luar kaca daripada menyahuti pertanyaan sang kakak. Sejujurnya dia masih belum terima ketika kenyataan mengatakan jika dirinya tidak bisa ikut menghadiri acara wisuda Ruka.

"Sekolah sudah memilihku untuk mewakili Netherland sebagai peserta kompetisi olimpiade fisika di Singapura. Aku tidak bisa menolak, karena sedari awal memang sudah mengikuti." sahut Rora pelan.

"Bukankah kamu sudah tahu jika kak Ruka akan wisuda di tanggal yang sama dengan keberangkatan mu ke Singapura?"

Rora menggeleng, "sekolah belum mengkonfirmasi secara langsung, kapan olimpiade itu diadakan saat itu."

"Seharusnya kamu tidak perlu ikut untuk berjaga-jaga. Kamu tahu, kak Ruka sangat menantikan kita semua untuk bisa datang di acara kelulusannya." Pharita menghela napas kasar setelah berucap.

Différent [✓]Where stories live. Discover now